Jakarta, Lontar.id – Saya pikir bara pilpres akan padam karena disiram kasih. Ternyata belum. Tim Dompet Dhuafa yang kemarin mengaku dihajar anggota polisi, kini dibawa-bawa preferensi politiknya.
Seseorang yang bernama Nadirsyah Hosen, yang kalian mungkin bisa mengetahui siapa dia dari mesin pencari, membuat pernyataan yang bikin saya berpikir apakah ia punya hati atau tidak.
Menjadi fanboy/girl seorang calon presiden tidaklah masalah. Saya bisa mengajak mereka ngopi atau swafoto. Namun, bagi Nadir, mungkin itu perbuatan keji walau Anda seseorang yang mulia budi.
Belum kering isak tangis keluarga korban yang tewas karena kerusuhan 22 Mei 2019 kemarin, datang kabar tak sedap yang dibawa oleh Dompet Dhuafa.
Isinya begini: tiga orang tim medis Dompet Dhuafa harus dilarikan ke RSPAD karena terluka. Selain itu, dua kendaraan medis mereka dirusak.
Menurut pernyataan sikapnya di laman resmi Dompet Dhuafa, oknum kepolisian menghajar timnya pada Kamis 23 Mei 2019 pukul 00.15 dini hari, di sekitar Jl. Abdul Muis Jakarta Pusat.
Siapa kira-kira yang tega mendengar, saat mereka membawa bantuan kesehatan dan niat menyembuhkan, mereka disetop dan digasak oknum aparat?
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itu adagium yang berlaku bagi kru Dompet Dhuafa. Kalimat provokatif dari Nadirsyah membuat saya berdecak.
Di laman Twitternya, Nadirsyah menyimpan empatinya di tempat paling jauh dari jarinya dengan menulis Direktur Dompet Dhuafa adalah seorang pendukung peserta pilpres tertentu.
Katanya lagi, ia lebih baik menyalurkan dana zakatnya ke tempat lain. Nadirsyah itu seorang pembuat buku yang mengajarkan kita harus menimbang dulu sebelum berkomentar. Ia profesor. Orang-orangnya memanggilnya Prof.
Celakanya, ia menulis kalimat begitu karena membalas akun yang ia tuding sebagai pendukung seorang pasangan pilpres yang berseberangan dengan pilihannya. Nyatanya, akun itu seperti akun anonim.
Apa yang membuat saya merasa akun itu akun anonim? Pertama, foto akun yang dikomentari, tidak jelas. Kedua, isi twit akun itu lebih banyak bernada provokatif seperti akun bot politik.
Hal yang paling meyakinkan saya bahwa akunnya tidak jelas, saat akun asli Bambang Suherman, akhirnya berujar dan menanggapi akun itu. Lega rasanya.
Rasanya marah dengan perbuatan Nadirsyah, tetapi Bambang menulis dengan tenang dan tanpa tendensius. Apa hak saya buat mencak-mencak? Tidak ada. Orang yang tersinggung saja membalas komentar Nadir dengan sedap.
Nadirsyah jelas keliru, akun yang mengatasnamakan Bambang juga sama. Saya rasa ini soal kekeliruan saja jika melihatnya dengan lebih banyak porsi.
Tetapi apa hukuman yang pantas bagi Nadirsyah dan sekondannya; dan akun anonim itu? Mereka telah menabur tinta informasi yang sesat dan cenderung penuh marah pada Dompet Dhuafa.
Dompet Dhuafa, di bulan penuh rahmat ini, dituding sebagai partisan politik, anggota organ Islam dari timur tengah yang dianggap sebagian orang, punya rekam jejak hitam arang dan membenci organisasi tempat Nadirsyah besar.
Tentu saja jika organisasi filantropi sebesar Dompet Dhuafa ingin melaporkannya pada aparat kepolisian, itu bisa saja. Kemungkinan, mereka akan masuk bui. Tetapi saya yakin itu tidak akan dilakukan.
Akhir kata, pelajaran yang bisa dipetik dari sini adalah, jangan keburu bernafsu menghakimi di belantara media sosial. Jangan sampai masuk bui karena jari.
Untuk pendukung setia Nadirsyah Hosen, mawas dirilah. Banyak-banyaklah diam dan mengamati satu permasalahan kemudian komentar. Kita semua seharusnya.
Sementara untuk pendukung Dompet Dhuafa dan Bambang Suherman, semoga senantiasa semangat dan menyemangati organisasi kemanusiaan lainnya, sebab kita manusia dan butuh mereka, cepat atau lambat.