Jakarta, Lontar.id – Tidak mudah berada di posisimu, Ferdinand Sinaga. Kau penyerang yang hebat dan bertalenta. Kau mudah meledak untuk hal sederhana. Entah itu kelebihan atau kekurangan.
Tentu ini pandangan subjektif saya saja. Saya tidak pernah menjadi engkau. Saya cuma bisa merasa menjadi bagian dari dirimu saja. Sedekat semeter, sedepa, sekian langkah atau sepelemparan batu. Saya turut berempati.
Di PSM Makassar, sekarang kau memasuki masa-masa yang sulit belakangan ini. Setelah dibekap cedera, kau sudah jarang mendapatkan kesempatan bermain dan tak ada namamu dalam daftar susunan pemain.
Ini kenyataan yang membuatku sedih, Lae. Setiap pemain bintang sepertimu mungkin dipenuhi tanya dalam kepalanya tentang mengapa dirinya tak bisa bermanfaat buat tim yang ia cintai.
Pemain dengan kualitas biasa-biasa saja pun, akan bertanya tentang kepastian-kepastian yang ia harapkan dalam tim yang ia bela. Tak muda menjadi pemain seperti kamu Lae.
Saya atau kami para kelompok suporter, tak membencimu sama sekali. Tidak. Kau penting bagi PSM saat ini. Jika seluruh striker performanya menurun. Siapa lagi yang kami harapkan?
Kami percaya padamu, Lae. Kami juga percaya kepada pelatih. Kepercayaan antara kau dan Darije Kalezic, adalah dua wajah koin yang berbeda. Dua-duanya penting. Jika kami memilih salah satu, uang itu tak laku.
Saya melihat permainan Pasukan Ramang di bawah Darije Kalezic, cukup memberi warna bagi tim sejauh ini. Senang sekali melihat gaya bermain dan cara kawan-kawanmu menggempur pertahanan lawan.
Apa saya tidak merindukanmu? Ya, saya merindukanmu, kawan. Ada yang ganjil rasanya, melihat kau tak pernah berlari menerima umpan belakangan ini saat pertandingan resmi.
Tetapi saya serahkan semua kepada pelatih. Ia lebih tahu. Darije mengenali karakter pemainnya. Saya orang luar yang tak ada sangkut pautnya dengan formasi. Kami hanya penyemangat dan pemberi masukan.
Barangkali, karena saya orang Makassar, saya jadi mencintai klub ini. Tidak elok rasanya, saya mencintai klub Eropa, tetapi klub kampung sendiri, tidak dapat tempat di hati. Mau jadi apa saya?
Satu kesalutan yang saya mau utarakan adalah, kau memang bukan orang Makassar, Lae. Tetapi kau sudah menunjukkan, bagaimana menjadi orang Makassar. Semangat dan daya gedormu seakan menyala terus.
Pakailah kekuatan itu untuk hal-hal yang positif dan mempersatukan. Jangan perbesar pemberontakan yang akhirnya membuat suasana semakin gaduh dalam ruang ganti.
Kemarin, status Instagrammu, 29 Mei, seharusnya memberikan warna cerah dalam tim dan fans. Namun yang terjadi sebaliknya. Terus terang saya berempati.
Dalam hati saya merasa, memang masa-masa yang kaualami cukup menguras emosi. Tetapi saya tidak bisa memaksakan seluruh perasaan pencinta PSM sama sepertiku, bukan?
Statusmu mungkin kauanggap sederhana. Namun, belum tentu bagi yang lain. Saya tak usah menyebut dampaknya. Lae pasti sudah paham. Buktinya, Lae menghapus status itu dan menonaktifkan kolom komentar fotomu.
Oh, ya, Lae. Bukannya saya sok tahu dengan keadaan. Tetapi saya hadir untuk memberimu semangat dengan tidak memperkeruh keadaanmu sekarang. Bersabarlah, Lae.
Memang itulah dinamika dalam klub. Pemain bintang seperti Neymar atau Ousmale Dembele pernah begitu. Saya kira kau tak ingin mengikuti cara mereka menyelesaikan masalah, kan?
Perbanyaklah mawas diri, Lae. Periksa sanubarimu sendiri. Apakah kau sudah salah pada pelatih; kau kurang menggigit dalam latihan; atau kurang mampu diajak bekerja sama? Cuma kau yang tahu keadaanmu, Lae.
Perlu kauingat, di dekatmu, ada seorang pemuda yang jarang mendapatkan menit bermain. Baik saat Robert dan Darije. Namun, apakah ia menyerah dengan keadaannya? Tidak, Lae. Ia berusaha kembali ke performa apiknya.
Ia cedera dalam waktu cukup lama. Dari tribun, saya atau kami mendoakannya dan mengirim sinyal kasih padanya, agar ia segera menemukan momentumnya untuk kembali garang seperti dulu. Kuat berjibaku di lini tengah Juku Eja.
Akhirnya ia kembali. Semalam ia cedera lagi. Itu mengejutkan saya. Tetapi saya percaya, ia akan memulihkan dirinya lebih cepat. Belajarlah dari dia, Lae.
Gemuruh di dadanya pernah sebesar badai dalam dirimu, namun kesabarannya memadamkan kobaran api yang berkecamuk karena emosi. Bersabarlah, sebab saya atau mungkin kami, selalu ada untukmu. Untuk PSM Makassar.