Jakarta, Lontar.id – Pertandingan kemarin, Rabu 6 Maret, masih menyisakan tanya, mengapa PSM bisa kalah 1-0 oleh Kalteng Putra di Stadion Moch. Soebroto, Magelang? Padahal, Kalteng Putra terus-menerus digempur oleh Pasukan Ramang.
Barangkali jawabannya karena memang sudah waktunya kalah. PSG saja diremukkan oleh Manchester United, kemarin. Begitu fanatisme orang-orang karena saking cintanya dengan PSM Makassar.
Seperti budak cinta, yang diakronimkan menjadi Bucin. Meski tiap hari dikhianati, disakiti hatinya oleh pasangannya, tapi masih tetap cinta. Soal hal-hal yang perlu dikritik, ia biarkan saja, karena sudah terlalu cinta.
Omong-omong, PSM kemarin sungguh tampil sangat baik pada awal babak pertama dimulai. Mereka menurunkan pemain yang dipakai Robert pada eranya. Ada Pluim dan Klok.
Prediksi awal kemarin adalah, mereka berdua tidak main dan disimpan, sebab untuk menjaga performanya sebentar lagi, saat melawan Lao Toyota di Pakansari Bogor dalam helatan AFC.
Namun ternyata prediksi itu salah. Darije Kalezic menurunkan motor serangan Pasukan Ramang tersebut dari awal. Seperti yang kita ketahui bersama, PSM tampil trengginas pada awal-awal pluit ditiup wasit.
Namun, anehnya, mereka hanya bisa bikin kesempatan saja. Tak ada gol yang tercipta pada babak pertama. Ferdinand pada babak pertama perlu diacungi jempol, karena banyak menciptakan peluang.
Babak kedua PSM hanya bisa mengulang-ulang kesempatan tanpa ada satu gol pun. Sementara Kalteng Putra, yang bermain lepas, bisa mengeksekusi satu kesempatan menjadi sebiji gol.
Harus diakui kalau Kalteng Putra lebih baik satu strip di antara kita dalam helatan Piala Presiden. Sebab skuat asuhan Mario Gomez De Oliviera tak punya beban. Mereka fokus bermain apik, karena tak diimpit jadwal pertandingan yang banyak.
PSM kan tidak seperti itu. Skuat Darije yang tidak menurunkan pemain terbaiknya, bisa dimaklumi kalah, karena mereka lebih mementingkan laga saat melawan Lao Toyota nanti, di Pakansari, pada 13 Maret mendatang.
Pertanyaan yang menguar seperti bagaimana kalau pemulihan stamina pemainnya tak kunjung membaik, atau bagaimana jika pemain andalannya cedera, membuat Darije pusing sepertinya. Tekanan suporter dari pelbagai lini, dan mungkin saja ada juga dari manajemen, membuatnya harus mengambil keputusan yang bijak.
Dari pilihan dan keputusan yang dibuat Darije kemarin, tentu saja tidak ada niat untuk merendahkan Kalteng Putra. Sebab, PSM punya ambisi besar di balik kekalahannya.
Mereka barangkali menyiapkan kemenangan yang akan mengantarkannya ke puncak juara AFC, yang masih jauh panggang dari api. Boro-boro yakin banget juara, lawan Home United saja yang tak ada pemain asingnya, PSM ngos-ngosan dan susah bikin gol. Hasilnya seri lagi, 1-1.
Apalagi komentar Darije sebelumnya kalau laga ini adalah laga untuk memainkan pemain lapis keduanya, agar punya jam terbang dan momentum unjuk gigi untuk mendapatkan jatah bermain lebih banyak dalam tim inti. Bukan hal yang keliru.
Baca juga: Memukul PSM Makassar di Piala Presiden Lewat Kutipan Mourinho
“Piala Presiden momen bagus untuk melihat pemain. Saya akan memberikan waktu kepada mereka di pertandingan pertama,” ucap Kalezic, sebelum pertandingan melawan Kalteng dimulai.
Lalu apakah fans yang mengkritik permainannya, pantas dibungkam dengan permainan yang mau dibilang serius tidak, mau dibilang bercanda juga tidak? Ini sesuatu yang konyol.
Kenapa kita tidak bisa dibiarkan berbeda pendapat. Biarkanlah perbedaan itu jalin-menjalin sampai menemukan satu kesimpulan dan keputusan yang baik buat tim. Jangan suka buat pelatih jadi manja.
Apalagi membiarkan tim kalah dengan alasan-alasan perbandingan yang secara tidak langsung bisa diamini dengan kalimat, ya betul, atau heem, Anda benar.
Madrid juga kalah. PSG juga kalah. Namun bukan berarti mereka tidak bisa dikritik bukan? Manusiawi kalau kita tidak puas. Sudah dapat piala satu, mau lagi piala yang lain demi sejarah yang mentereng.
Kritik dua arah itu semuanya benar-benar saja. Jika melirik pertandingan yang baru saja selesai, yakni Barcelona melawan Girona dalam Piala Super Catalunya.
Pada pertandingan itu, nyaris seluruh pemain muda Barcelona dimainkan. Sebab tubuh trofi itu, tidak begitu seksi. Pertandingan itu juga jadi ajang untuk menyekolahkan mental pemain dalam laga-laga besar melawan klub papan atas LaLiga Spanyol.
Cuma di Indonesia barangkali, ada orang yang tidak mau dapat piala demi piala yang satunya, yang lebih bergengsi. Siapa yang berani menyebut kalau Piala Presiden tidak bergengsi?
Piala itu menguntungkan klub dan berfaedah bagi publik Sulawesi Selatan. Jika juara, hadiahnya bisa menyehatkan keuangan klub dan pialanya bisa menegakkan kepala seluruh isi tim dan publik Kota Makassar.
Jika toh PSM memandang sebelah mata piala itu, harus pula diberitahu kalau Juku Eja sejauh ini tidak lagi segarang dulu. Piala-piala yang ia incar mudah sekali digondol.
Lagipula pendukung PSM ingin sekali membawa pulang trofi dari turnamen di luar kalender FIFA itu. Sepakatilah bersama, jika publik Makassar sudah begitu rindu dengan piala. Minimal mengobati kerinduan, yang sudah lama tidak hadir di Kota Anging Ammiri.
Baca juga: Sudah Perlukah Revolusi dalam Sepak Bola Indonesia?
Lalu adakah fans yang tidak menginginkan trofi sekalipun? Semua laga itu penting. Kecuali jika klub Anda hobinya juara, ya tidak menjadi masalah.
Ini, kalian semua dari klub yang jarang mendapatkan piala pula, lantas mengapa dengan enteng menentang ide yang mengkritik permainan PSM di Piala Indonesia yang kalah pada laga awal?
PSM mau menang dan mau juara, kok disuruh milih piala ini dan itu? Memangnya kalian ini fans Barcelona? Sudahlah, mari kritik PSM jika bermain buruk, karena publik Makassar sudah lama tidak peluk piala dari sepakbola bukan?