Lontar.id– Belakangan tren menjadi vegan dan vegetarian di Indonesia semakin naik. Itu dapat dilihat melalui kampanye para veganisme di sosial media, utamanya instagram. Selain itu, euforia menjadi vegan juga dipantik oleh beberapa artis juga influencer yang giat mempromosikan bahwa menjadi vegan dapat membuat hidup lebih sehat.
Vice Indonesia pernah mengulas kehidupan musisi Indonesia, Eva Celia yang telah memutuskan menjadi vegan. Menurutnya, dengan menjadi vegan, ia dapat membentuk pola hidup yang sehat. Dan yang terpenting membuatnya lebih merasa bahagia dibandingkan sebelum menjadi vegan.
Di Indonesia juga mulai muncul restoran-restoran yang menyajikan makanan khusus vegan dan vegetarian. Biasanya mereka memodifikasi makanan vegan dan vegetarian agar lebih enak dan menggiurkan, bukan sekadar sayur-sayuran yang ditumpuk. Itu menandakan bahwa jumlah penganut veganisme di Indonesia semakin besar.
Tapi sebenarnya, vegan itu apa? Haha
Banyak yang mengira vegan adalah singkatan dari vegetarian. Padahal meski sekilas terdengar mirip, sebenarnya vegan dan vegetarian adalah dua istilah yang berbeda.
Defenisi vegetarian adalah orang yang tidak makan daging tetapi makan sayuran dan tumbuhan. Sedangkan vegan adalah versi vegetarian yang benar-benar tidak mengonsumsi daging dan semua produk turunan hewan. Jadi, meskipun sama-sama tidak makan daging, yang membedakan keduanya adalah vegetarian masih toleransi untuk mengonsumsi beberapa produk yang dihasilkan hewan seperti susu, telur dan madu.
Vegetarian juga terbagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu lacto-ovo vegetarian (tidak mengonsumsi daging dan ikan tapi toleransi terhadap telur dan susu), lacto vegetarian (tidak makan daging, ikan dan telur namun masih mengkonsumsi susu), dan pescatarian (tidak makan daging tetapi makan ikan dan makanan laut lainnya). Pescatarian sendiri kerap disebut sebagai semi-vegetarian karena ia kelihatan lebih fleksibel.
Pola konsumsi vegan dan vegetarian diyakini terbilang sehat karena dapat mengurangi kadar kolesterol dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Selain untuk kepentingan kesehatan, ada beberapa orang yang memutuskan menjadi vegan dan vegetarian karena alasan ideologis. Ada yang berpandangan membunuh hewan merupakan bentuk kejahatan. Alasan lainnya, karena ingin menjaga lingkungan
Secara umum, motif utama orang-orang menjadi vegan, seperti dicatat The Guardian, adalah adanya laporan PBB pada 2006 lalu berjudul “Livestock’s Long Shadow.” Dalam laporan itu disebutkan, sektor peternakan digambarkan sebagai salah satu penyebab degradasi lingkungan baik secara lokal maupun global.
Meski demikian, saya cukup sangsi denagn pola hidup vegan dan vegetarian di Indonesia, utamanya ketika melihat keadaan geografis di Indonesia. Sejak dahulu kita dikenal sebaga negara maritim juga pertanian. Sampai ada lagunya, nenek moyangku seorang pelaut. Menjadi vegan begitupun vegetarian berarti meniadakan mengonsumsi ikan. Sebagai orang yang hidup di pinggir laut, tidak mengonsumsi ikan seperti “tidak hidup”. Ikan menjadi sumber makanan terpenting karena membuat tubuh menjadi sehat hingga nenek moyang kita bisa mengarungi samudera. Jadi, jelas klaim menjadi vegan bisa lebih sehat dibandingkan tidak menjadi vegan telah terbantahkan.
Selain dalam sektor perikanan, sumber utama pencarian masyarakat Indonesia juga berada di sektor pertanian. Dari sekitar lima miliar hektar lahan pertanian di dunia, 68% digunakan untuk lahar peternakan. Bayangkan jika seluruh orang menjadi vegetarian, berapa ribu lahan yang kehilangan produktivitasnya dan berapa ribu petani dirugikan.
Munculnya budaya veganisme barangkali berangkat dari pola hidup masyarakat kota khususnya Eropa dan Amerika, yang cenderung lebih sering mengonsumsi daging-dagingan. Makanan cepat saji, seperti burger yang olahannya banyak diambil dari hewan menyebabkan kerusakan lingkungan seperti meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Munculnya gejala kerusakan alam tersebut yang disinyalir datang dari konsumsi hewan berlebihan mengakibatkan munculnya gerakan vegetarianisme di Eropa. Budaya menjadi vegan di Indonesia apalagi nusantara sepertinya mustahil ada mengingat penghasilan ikan kita yang melimpah. Selain itu, beberapa masyarakat adat misal di Toraja menjadikan babi sebagai persembahan ritual. Dan mengingat cara orang-orang dahulu mempertahankan hidupnya dengan berburu menegasikan adanya budaya vegan dan vegetarian di Indonesia.
Menjadikan alam tetap terjaga dan hidup lebih sehat bukan perkara menjadi vegan ataupun vegetarian. Akan tetapi, mengatur jumlah makanan yang kita konsumsi, sebab itu berdampak pada pemanfaatan alam. Bahkan, sekalipun seluruh manusia menjadi vegan dan vegetarian namun tidak menakar jumlah kebutuhan makananya juga sama saja dengan merusak alam.
Nenek moyang kita dalam sehari hanya berburu satu hewan dan dibawa pulang untuk disantap bersama dengan secukupnya. Selama manusia, mampu menjaga tujuan mengonsumsi makanan karena sebagai kebutuhan, maka tidak menjadi vegan dan vegetarian pun kita mampu menjaga lingkungan dan tetap dapat hidup sehat.