Piala Indonesia jadi tumbal, karena betapa pentingnya Piala Presiden. Adakah sepakbola ditunggangi politik? Gak lah. Jangan sangkutpautkan politik dengan sepakbola. Pemerintah kita tidak seperti itu.
Jakarta, Lontar.id – Statemen manajemen Arema FC cukup aman dalam menyikapi tertundanya beberapa pertandingan dalam helatan Piala Indonesia karena Piala Presiden.
Mereka sudah mengantisipasinya dari jauh hari. General Manager Arema FC, Ruddy Widodo, menegaskan kalau perubahan jadwal tak membuat pihaknya kelabakan.
Skenarionya sudah lama diketahui, kok. “Kami tidak ada masalah dengan adanya perubahan ini. Sejak dari awal kami sudah mengantisipasi bahwa nantinya akan seperti ini,” ucap Ruddy.
“Kami berkaca pada pengalaman musim-musim sebelumnya, bahwa Piala Indonesia ini dihelat di sela kompetisi,” papar Ruddy.
“Kami sudah mengira bahwa Piala Indonesia muskil untuk tuntas pada Februari, kemudian pada Maret dilanjutkan Piala Presiden,” ia menambahkan.
Menurut Arema, pihaknya malah diuntungkan dalam tertundanya Piala Indonesia secara keuangan. Aliran dana untuk mengawali musim jadi tidak dipusingkan lagi.
Tak ada masalah dengan adanya turnamen ini. Kami senang. Jadi kami tak pusing dengan cashflow sebelum kompetisi dimulai,” tandas Ruddy.
Apa keuntungannya? Pastinya, setiap bertanding, ada ongkos besar yang dibayarkan operator pada setiap klub. Berkaca dari beberapa tahun belakangan, para klub sulit untuk menolak Liga Presiden.
Bukan hanya itu, akomodasi dan hotel juga disiapkan sebaik mungkin. Otomatis, wajah para pemilik klub sudah dipastikan akan cerah.
Patut diketahui, kalau Piala Presiden 2018, klub yang mendapatkan kemenangan dalam pertandingan menerima Rp125 juta, imbang Rp100 juta, serta yang kalah diberi Rp75 juta.
Kick Out Politic of Football
Teman-temanku yang baik, Presiden itu bukan produk politik praktis. Ia diangkat oleh keinginan rakyat yang tak dibayar sepeserpun oleh pemerintah. Ia dicintai rakyatnya. Ia bukan pembohong seperti politisi lainnya.
Turnamen ini juga tidak memengaruhi elektoral. Apa coba salah Piala Presiden? Cuma alat hiburan doang kok, ya. Lagipula PSSI itu busuk. Pemain busuk yang mengurus sepakbola secara tunggal.
Masih ingat dengan pembekuan QNB League, beberapa tahun silam? Itu karena PSSI tidak becus urus sepakbola. Akhirnya, pemerintah dengan alasan profesionalitas, membekukan perhelatan itu di tengah jalan.
Pokoknya pemerintah itu tahunya mengatur perangkat pertandingan to’. Sampai di sini paham? Gak usah seret pemerintah terlalu jauh dengan politik copras-capres-an kita ini. PSSI salah!
Karena menjengkelkannya orang-orang PSSI itu, bisa-bisanya mereka merombak liga resmi dari FIFA karena Piala Presiden. Ini pasti bukan maunya Pak Jokowi, ini maunya sponsor sesuai perkataan Wakil Ketua Umum PSSI, Iwan Budianto.
Pemerintah tidak salah. Kalau ada yang berpikir pemerintah menunggangi PSSI untuk bermain politik, suruh mereka cuci muka. Orang-orang PSSI itu pasti sudah haus dana sponsor turnamen Piala Presiden.
Presiden dan pemerintah kita itu tidak mungkin bermain politik. Toh, elektabilitasnya sudah jauh di atas angin. Ia juga dicintai mayoritas rakyat Indonesia.
Pokoknya pemerintah tidak ada unsur politiknya. Buktinya, ia beberapa kali menunjukkan ekspresi tak suka dengan aroma judi dalam sepakbola kita.
Sudahlah, tak usah ribut-ribut. Terpenting liga resmi di Indonesia aman. Tinggal menanti, apakah kasus per kasus soal perjudian sepakbola dalam liga kita masih akan diekspose dan dibersihkan sama akar-akarnya? Tunggu saja.
Jika tidak? Ya, tidak apa. Namanya juga pemerintah kita sudah berusaha sekuat tenaga. Ya kan? Ya kan? Ya dong. Dan semoga Presiden kita bisa ikut menyerahkan piala saat juara turnamen tidak resmi itu ditentukan.