Lontar.id – Masyarakat Indonesia diminta untuk tidak khawatir dengan rencana kepulangan sekitar 600 mantan anggota Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) dari kamp pengungsian Al Hol, Suriah Timur.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, berpendapat negara mampu memproteksi warganya, melalui lembaga-lembaga negara yang menangani khusus masalah ancaman teror, bila diperlukan.
Olehnya itu masyarakat tak perlu khawatir dengan para mantan kombatan ISIS yang berpotensi menyebarkan paham radikal. Di sisi lain negara juga punya aturan ketat, sehingga dapat diantispasi sedini mungkin.
“Nggak usah khawatir kita juga punya aturan main yang sudah berlaku baku. Di sini kita punya teman-teman yang namanya Kementerian Hukum dan HAM, di sini kita punya badan intelijen, ada lagi BNPT dan sebagainya,” kata Arteria Dahlan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Para mantan kombatan ISIS itu menurutnya harus dipulangkan ke Indonesia, karena mereka juga masih berstatus warga negara Indonesia yang sah. Meskipun mereka telah berbaiat pada ISIS, tapi bukan berarti status kewarganegaraan para WNI ini hilang begitu saja.
ISIS, kata dia, merupakan organisasi teroris internasional dan tidak diakui sebagai negara yang memiliki pemerintahan yang sah. Sehingga secara administrasi mereka bukan negara, dan para kombatan tersebut masih warga Indonesia. Sudah menjadi tugas negara melindungi warga negaranya sendiri dimanapun berada.
“Walau bagaimanapun, faktanya mereka bagian dari warga negara yang harus kita lindungi, karena tugas negara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” ujarnya.
Meski demikian, Arteria menyebut bahwa lrogram deradikalisasi mantan kombatan ISIS perlu dilakukan. Dari situ negara bisa mengambil langkah cepat untuk menanggulangi adanya potensi yang bisa menimbulkan menyebarnya paham radikal, dan aksi-aksi yang dapat mengancam warga negara Indonesia lainnya.
Melalui program deradikalisasi ini, pemerintah dapat mengevaluasi kembali, sudah sejauh mana efektivitasnya untuk mengambil langkah selanjutnya. Apakah mereka dapat hidup kembali ditengah-tengah masyarakat seperti pada umumnya atau direlokasi ke tempat lain.
“Pemerintah akan melakukan penilaian, evaluasi terkait apa langkah yang harus dilakukan langkah negara terhadap mereka,” tambahnya.
“Yang jelas mereka adalah rakyat Indonesia yang butuh perlindungan hukum. Kita hormati mereka, tapi mereka juga harus menghormati hak negara untuk melindungi dirinya sendiri,” tutupnya.
Sebelumnya dikabarkan bahwa Pemerintah Indonesia sedang mengkaji rencana kepulangan 600 WNI mantan kombatan ISIS.
Mereka berniat pulang lantaran tidak tahan lagi hidup di pengungsian. Tapi rencana kepulangan, para janda dan anak-anak kombatan ISIS ini menuai banyak hambatan administrasi dan penolakan. Salah satu penyebabnya karena pada umumnya surat-surat perjalanan mereka sudah dibakar, termasuk visa dan paspor.
Sehingga pemerintah Indonesia kesulitan mengenali apakah mereka berasal dari Indonesia. Demikian juga dengan anak-anak kecil hasil pernikahan dengan para tentara ISIS yang tidak diakui keabsahannya oleh pemerintah.
Masalah yang lain juga muncul adalah, adanya kekhawatiran para janda dan anak-anak kombatan ISIS, sudah terpapar paham radikal.
Ketika mereka kembali ke Indonesia dikhawatirkan berpotensi menyebarkan paham radikal di kalangan masyarakat, walaupun ada rencana untuk melakukan rehabilitasi dengan proses deradikalisasi, agar menghilangkan paham tersebut.