Lontar.id – Industri asuransi memiliki kontribusi signifikan terhadap Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Hal itu disampaikan oleh Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin, saat membuka milad ke-18 Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).
“Bersama Memajukan Industri Asuransi Syariah Indonesia” sebagai tajuk yang diangkat oleh AASI sejalan dengan upaya pemerintah saat ini dalam membangun dan mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah.
“Industri asuransi memiliki kontribusi signifikan terhadap Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Bulan Mei 2021, jumlah aset industri asuransi nasional sebesar Rp1.547 triliun atau 56% dari total aset IKNB,” ucapnya.
Meskipun di tengah krisis, aset industri asuransi tetap tumbuh sebesar 6,07% pada tahun 2020, dan semester satu 2021 (data sampai bulan Mei) tumbuh sebesar 4,15%.
Namun bila dilihat dari sisi lain, pangsa aset asuransi syariah terhadap industri asuransi nasional masih sangat rendah yaitu baru 2,83% dengan jumlah aset sebesar Rp42,78 triliun pada Mei 2021.
Porsi ini, lanjut dia, mengecil dibandingkan bulan Desember 2019, dengan aset sebesar Rp45,45 triliun, dengan pangsa 3,3%. Hal ini menunjukkan industri asuransi syariah cukup terdampak selama masa pandemi, terutama penurunan yang cukup besar pada sektor asuransi jiwa, yakni minus 8,21% pada Mei 2021 terhadap Desember 2019.
Angka penetrasi asuransi syariah terhadap PDB juga masih sangat kecil yaitu 0,145% pada Mei 2021, masih jauh dari penetrasi industri asuransi nasional sebesar 3,03%.
Sementara, angka densitas atau premi per kapita asuransi syariah sebesar Rp83.900 per bulan, masih lebih kecil dibandingkan dengan densitas industri asuransi konvensional yaitu sebesar Rp145 ribu per bulan.
Oleh karena itu, dengan 270 juta penduduk Indonesia dan porsi kelas menengah yang cukup besar, potensi pasar asuransi nasional, khususnya asuransi syariah, masih sangat besar untuk terus bertumbuh.
“Industri asuransi merupakan industri kepercayaan. Membangun trust masyarakat merupakan sebuah proses panjang yang harus selalu dijaga. Oleh karena itu, industri asuransi harus selalu mengedepankan Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.”
Ma’ruf melanjutkan, membangun kepercayaan masyarakat dimulai dari agen-agen asuransi yang profesional yang memberikan informasi yang jelas, jujur, dan transparan terhadap produk-produk asuransi.
Di bidang ini pula perusahaan asuransi harus mengambil peran untuk meningkatkan literasi masyarakat tentang asuransi, termasuk khususnya literasi tentang asuransi syariah.
Selanjutnya, pengelolaan dana oleh perusahaan melalui investasi juga harus dilakukan secara cerdas, tapi juga prudent, penuh kehati-hatian sehingga dapat memperkuat citra positif industri asuransi dalam jangka panjang.
“Hadirin yang berbahagia, tantangan besar selanjutnya yang sekaligus menjadi peluang untuk tumbuh lebih cepat bagi industri asuransi syariah,” lanjutnya.
Adalah kewajiban spin off atau pemisahan unit usaha syariah pada tahun 2024 sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Pemisahaan unit usaha syariah menjadi entitas bisnis tersendiri akan mendorong perusahaan lebih fokus dan inovatif mengembangkan usaha. Di sinilah letak pentingnya meningkatkan literasi masyarakat terhadap proteksi syariah.
Berdasarkan laporan OJK, dari 59 perusahan asuransi syariah, 43 di antaranya merupakan unit usaha syariah, sehingga dalam tenggat waktu sampai tahun 2024, unit usaha syariah ini harus menjadi perusahaan asuransi syariah. Untuk itu, AASI harus mendorong dan membantu setiap anggotanya merealisasikan spin off usaha sesuai target waktu yang telah ditetapkan.
Dalam waktu dekat, industri asuransi syariah juga akan menghadapi tantangan keterbukaan pasar regional melalui ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang akan dimulai 1 Januari 2025. Persaingan usaha asuransi syariah di dalam negeri akan semakin kompetitif, seiring masuknya pesaing perusahaan asuransi dari negara-negara ASEAN.
Namun di lain pihak, hal ini juga menjadi peluang bagi industri asuransi syariah nasional untuk ekspansi ke pasar asuransi di kawasan ASEAN. Untuk itu, industri asuransi syariah nasional harus terus mempersiapkan diri, lebih kompetitif, dan lebih efisien sehingga mampu bersaing di dalam negeri, serta memimpin pasar asuransi syariah di tingkat regional.