Jakarta, Lontar.id – Saya salah satu dari sekian banyak orang yang mendukung, kalau PSM seharusnya punya stadion sendiri. Makassar kota yang besar di timur Indonesia, tetapi stadionnya kok…
Membuat PSM memperbesar profitnya dari ke hari lebih penting. Sebab kuat tidaknya sebuah tim, bergantung dari berapa besar pengeluarannya ke pemain dan ofisial.
Bahagia sekali rasanya melihat orang memakai pernak pernik yang asli PSM. Ada perasaan cemburu, mengapa saya harus miskin dan tidak cukup mampu untuk membeli jersey asli PSM.
Di rumah, hanya satu yang saya punya yaitu syal PSM. Sayangnya, saya tidak pernah memakainya. Orang Makassar bilang, terlalu rompa. Masyarakat umum menyebutnya ribet.
Saya punya dua baju PSM saat dilatih Riedl. Satunya berwarna merah dan saya berikan ke kakak saya di Surabaya, satunya lagi baju seorang kiper berwarna kuning. Masih saya pakai sampai sekarang.
Itu tidak saya beli. Saya diberi seorang kawan yang baik, yang tahan berbincang lama soal PSM Makassar dan banyak hal lain. Sampai sekarang saya menyesal. Mengapa saya tidak pernah membeli baju PSM?
Dalam hati saya, kerap muncul pertanyaan, apakah tulisan saya akan berimbas pada kebijakan PSM? Sebab hanya ide yang bisa saya utarakan, mau kritik atau sanjungan pada Pasukan Ramang.
Menonton PSM Makassar pun, belakangan ini, selalu gratis karena saya adalah jurnalis yang memantau jalannya pertandingan. Saya ingin mendaku lelaki beruntung, tapi di sisi lain menyedihkan.
Mencintai sebuah klub tanpa berkontribusi apa-apa adalah hal yang sia-sia. Mencintai adalah berkorban. Saya tidak mengerjakannya, dan mungkin saya akan digugat dan dianggap kaleng rombeng rongsok.
PSM belum punya stadion dan berpikir untuk membangunnya adalah hal sederhana, namun butuh dana yang tidak sederhana. Sesederhana itu.
Stadion Mattoanging sudah sangat tua. Dikelola oleh Yayasan Olahraga Sulsel. Catnya banyak terkelupas dan terkesan kumuh. Atapnya juga masih pakai seng yang berkarat. Seperti isi museum saja.
Maka terdengar kabar kalau PSM akan membangun sebuah stadion. Modalnya diambil dari keuntungan PSM tentu saja. Tetapi dari mana saja keuntungan itu? Manajemen yang tahu.
Secara garis besar dan yang utama, keuntungan harga tiket bisa dijadikan kas yang besar. Itu jika mau berpikir sederhana, Namun, tidak begitu nyatanya.
Banyak hal yang harus disisihkan dari keuntungan itu, termasuk sewa stadion per pertandingan, dana keamanan per pertandingan, dan biaya-biaya yang tidak bisa dilepaskan PSM.
Pemasukan yang lain salah satunya adalah penjualan jersey. Saya tidak mau terlalu jauh membahas soal kontrak PSM dengan salah satu merek baju, karena saya tidak paham isi kontraknya.
Pembelian baju yang asli produk dari PSM otomatis membuat PSM untung, meski tidak seberapa. Walau begitu, jika banyak yang membeli, maka untungnya juga pasti terbilang fantastis. Mari berpikir.
Lalu yang mengecewakan adalah mereka yang berteriak mencintai PSM, lalu dengan tanpa malu-malu memakai barang yang palsu. Yang menguntungkan pengusaha yang lain. PSM cuma dapat nama, hanya nama.
Selain membeli barang yang palsu, mereka juga memanjat stadion dan tidak mau membayar dengan alasan mahal. Padahal ada teve dan live streaming jika tak mampu membeli tiket masuk menonton pertandingan.
Barangkali mereka pikir, suara teriakan dan yel-yelnya, mampu mengeluarkan duit membangun stadion baru. Sama sekali tidak. Adakah mereka semua itu punya hati?
Paling menyesakkan dada adalah, belum beberapa lama jersey baru PSM yang terbilang menarik diperkenalkan ke publik, sudah beredar jersey palsu yang harganya lebih murah dari asli.
Untuk apa hal itu? Sebab masih banyak orang yang menaruh perhatian besar pada kepalsuan itu. Semakin palsu, otomatis sudah trendi. Lalu trendi mereka diikuti orang lain, dan mereka bangga pakai barang palsu.
Sampai di sini saya tidak habis pikir, mengapa mau merugikan klub kebangaannya sendiri, demi trendi murahan? Jika memang boleh, pakailah baju merah biasa atau pakaian suporter.
Pakai jersey kw bisa merugikan PSM. Kalau sudah tahu hal itu, masih juga tetap ngeyel, masih mau mengharapkan stadion baru atau peningkatan PSM setiap bulan atau tahunnya?
Memang tidak semua harus memakai jersey asli, sebab tidak semuanya pencinta PSM tajir melintir. Pada semuanya bisa dimaklumi. Memang banyak jalan menuju Roma, tetapi kalau Romanya hilang, apa gunanya jalan itu?