Jakarta, Lontar.id – Pasangan ganda putra bulu tangkis, Kevin Sanjaya Sukamuljo-Marcus Fernaldi Gideon telah hampir dua tahun merajai tahta nomor satu dunia. Mengapa Kevin-Marcus terus konsisten dengan performa mereka?. Ternyata ada pembeda antara Kevin-Marcus dengan pebulutangkis Indonesia lainnya. Hal inilah yang diungkapkan Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti.
Baca Juga: Dua Gelar Lagi, Rekor Kevin-Marcus Bakal Paripurna
Susy bukanlah orang baru di kancah bulu tangkis Indonesia. Ia paham betul bagaimana cara atlet menjaga performa hingga tetap tampil konsisten di tiap pertandingan. Salah satu pembeda utama atlet adalah disiplin dan kemauan kuat untuk menang.
“Contohnya Kevin-Marcus, dari latihan sudah beda kualitasnya. Lihat Marcus, datang lebih pagi, pulang belakangan. Apa yang dia rasa masih kurang, dia ikut tambahan. Kevin kalau latihan kelihatan sekali tidak mau kalah. Coba lihat mereka di pertandingan, saat poin ketat, tidak mau kalah, karena mereka sudah biasa menghadapi situasi begini di latihan,” ujar Susy di situs PBSI, seperti dilihat, Jumat (7/2/2019).
Menurut Susy, secara kualitas, ganda putra Indonesia lainnya Fajar Alfian dan Rian Ardianto mampu mengimbangi Kevin-Marcus.
Hanya saja, pembeda utama kata dia, adalah soal kegigihan Kevin-Marcus untuk menang sangat berbeda dengan Fajar-Rian.
“Kalau dibilang secara kualitas, Fajar Alfian-Rian Ardianto tidak kalah dari Kevin-Marcus. Teknik? Susah banget Kevin di depan menghadapi mereka. Tapi dari kegigihan dan kemauan untuk menang di lapangan, Kevin-Marcus masih lebih unggul. Saya bilang sama Fajar-Rian, dibiasakan untuk keluarkan ekspresinya, emosinya, di depan kita ini kan musuh. Ini karakter dan bisa kok diubah,” kata Susy.
Dalam dua tahun terakhir, prestasi pasangan Kevin-Marcus memang sangat stabil. Mereka bahkan terus melampaui raihan gelar mereka dari tahun 2017 hungga 2018.
Baca Juga: Kejayaan Ganda Putra Indonesia Milik Minions
Bahkan, pada turnamen pembuka tahun 2019, Kevin-Marcus telah mengantongi dua gelar di Malaysia Masters dan Daihatsu Indonesia Masters 2019.
Maksimalkan Latihan
Susy juga terus menekankan pentingnya kualitas latihan dalam upaya peningkatan prestasi pemain. Latihan dan pertandingan sama-sama memegang peranan penting dalam capaian seorang atlet. Hasil yang diraih atlet tak lepas dari matangnya persiapan sebelum keberangkatan menuju turnamen.
Susy berharap para atlet dapat meningkatkan kualitas latihan mereka menjadi lebih baik lagi. Peraih medali emas tunggal putri di Olimpiade Barcelona 1992 ini mengungkapkan bahwa kebiasaan di latihan akan terbawa ke pertandingan.
“Mengatasi tekanan di pertandingan harus dibiasakan dari latihan. Contoh, kalau sudah capek di latihan, kadang masih nawar, kalau ketat, ya sudahlah, pasrah. Waktu latihan drilling 100 bola, kadang kalau sudah capek, dinyangkutin, kebiasaan di latihan itu akan kebawa, jadi cepat menyerah lah, kalau bola susah nggak mau diambil lah. Lebih baik di latihan mikir yang terjelek dulu, kalau nanti nggak sejelek itu di pertandingan kan enak kitanya main,” ujar Susy.
Susy juga menuturkan bahwa tenaga atlet di pertandingan sudah pasti akan lebih terkuras karena adanya rasa tegang di lapangan. Sehingga semua di latihan harus dilakukan minimal tiga kali lipatnya.
“Kalau latihan 20 kali smash, paling di pertandingan cuma lima sampai enam kali smash untuk satu poin. Kalau di tunggal, bisa 56 kali sampai 80 kali, ya latihannya harus tiga kali lipatnya. Di pertandingan, setengahnya saja sudah hilang karena tenanga lebih terkuras, ada rasa tegang, feeling belum dapat dan sebagainya. Nah, kalau kita bisa menerapkan yang setengahnya saja sudah bagus,” tuturnya.
Kesadaran dari tiap atlet dipandang Susy menjadi hal utama yang akan membawa perubahan bagi si atlet itu sendiri.
Apalagi sebagai penghuni pelatnas yang merupakan tempat berkumpulnya pebulutangkus-pebulutangkis terbaik negeri ini.
“Ada atlet yang merasa sudah latihan kok, sudah habiskan program. Tapi kualitasnya bagaimana? Belum lagi yang nyolong-nyolong, kalau latihan kelincahan nggak sampai garis, aturannya kan harus menyentuh garis. Padahal ini kalau di pertandingan banyak manfaatnya, menentukan posisi dimana dia menyerang,” jelas Susy.
“Sudah dimarahi, tapi pelatih kan nggak bisa terus-terusan melihat satu-satu bolanya. Misalnya latihan tiga jam, tidak mungkin tiga jam ditongkrongin pelatih, pemain kan sudah dewasa juga, masak harus dilihatin terus menerus? Ingat, kebiasaan latihan akan terbawa ke pertandingan. Ada pemain yang bilang, ah ini kan cuma latihan, nanti kalau di pertandingan baru sungguh-sungguh, itu namanya mimpi!” katanya.