Lontar.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melaksanakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta, dan resmi ditutup oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas pada Kamis, 11 November 2021.
Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Dalam ijtima tersebut, para ulama membahas sejumlah masalah, salah satunya adalah mengenai pinjaman online (pinjol)/
Berikut ketentuan hukum pinjaman online yang diputuskan dalam ijtima tersebut:
1. Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
2. Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram.
3. Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
4. Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Atas dasar hasil pembahasan, Ijtima Ulama merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
“Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan,” demikian tertulis dalam keterangan resmi MUI, Kamis, 11 November 2021.
Selanjutnya, umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.