Kapan tepatnya manusia mengenal budaya menulis belum bisa dilacak. Namun, yang pasti, transformasi menulis dalam peradaban manusia terus bergerak, mengalami pergeseran dan perubahan metode begitupun dengan alat tulis-menulis.
Bagi beberapa orang, mereka enggan bersetuju jika proses mengetik yang sering manusia 4.0 lakukan disamakan dengan proses menulis. Menulis ya menulis. Menggunakan tangan dengan cara menggerakkannya menarik garis-garis hingga menjadi aksara. Bukan menekan tombol-tombol keybord dan membiarkan alat digital mendeteksinya.
Saya ingat di salah satu lembaga kursus di daerah Jawa Timur mengharamkan siswa-siswanya menggunakan alat digital seperti laptop ataupun handphone mencatat materi pelajaran. Pernah suatu hari saya menemukan salah satu siswa yang dimarahi habis-habisan oleh sang direktur lembaga kursus tersebut karena memotret materi yang telah ditulis gurunya di papan tulis.
Saya sendiri, memiliki pengalaman pribadi dalam menulis, dalam kata artian menulis tangan dengan menulis ala mengetik. Menulis dengan sebenar-benarnya menulis membuat saya lebih intim dengan tulisan itu sendiri. Dengan kata lain, saya lebih bersemangat dan lebih rajin membuka dan mempelajari materi dalam lembaran-lembaran buku yang saya tulis.
Keuntungan lain dari menulis dengan tangan adalah saya lebih mudah memahami dan menghafal materi pelajaran. Barangkali saya hanya mengulai membaca materi, dua hingga tiga kali dan saya benar-benar menghafalnya. Ajaibnya, hafalan itu bertahan lama.
Pengalam menulis dengan tangan itu jika dibandingkan dengan aktifitas mengetik, sangat berbeda jauh. Bisa saja, dalam beberapa waktu saya bisa melupakan apa yang saya baca sepuluh menit yang lalu. Selain itu, kita tidak akan begitu akrab dengan cetakan komputer sampai kita benar-benar membaca isi tulisan itu dan mengetahui bahwa kitalah penulisnya. Berbeda dengan tulisan tangan yang dapat kita ketahui bahwa tulisan itu adalah tulisan kita sebelum membaca isinya. Dari miliaran manusia, kita memproduksi tulisan yang berbeda-beda. Cara setiap manusia menulis aksara masing-masing berbeda.
Budaya menulis manusia berakhir semenjak kedatangan industri percetakan. Meski demikian, kebanyakan di antara kita juga tak mampu meninggalkan tradisi menulis di atas kertas. Kita sering mendengar perkataan, “lebih nyaman menulis tangan dan tidak ribet”. Namun, kita tidak bisa memungkiri dan kita harus menerima bahwa kita adalah manusia-manusia pengetik.