Jakarta, Lontar.id – Andi Akmal Pasluddin bisa dibilang sebagai penyelamat bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pileg DPR RI Dapil Sulawesi Selatan (Sulsel). Sebab, mantan Ketua PKS Sulsel ini mampu merebut kursi untuk partainya di tengah persaingan ketat para Caleg di Dapil Sulsel II.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Sulsel, Akmal yang merupakan petahana meraih suara pribadi berjumlah 66.340. Ia berdiri di posisi ketiga di bawah Andi Rio Padjalangi (Golkar) 71.420 suara, dan Iwan Darmawan Aras (Gerindra) dengan 84.702 suara.
Baca Juga: Daftar Caleg DPR RI Lolos ke Senayan Dapil Sulsel 1, 2 dan 3
Keberhasilan Akmal meraih kursi di Dapil Sulsel II cukup fenomenal. Sebab, ia merupakan satu-satunya Caleg DPR asal PKS di Dapil Sulsel II yang mampu merebut kursi. Sementara, untuk Dapil Sulsel I dan III para Caleg PKS tak satupun mampu meraih kursi.
Kepada reporter Lontar.id, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini banyak berkisah soal suka-duka perjuangannya selama proses pemilihan. termasuk usahanya yang harus ‘berdarah-darah’ dalam meyakinkan pemilih.
“Saya pribadi termasuk yang paling banyak turun di Dapil (Sulsel II). Tapi meyakinkan pemilih dari pemilih cerdas ke pemilih yang terkontaminasi money politik itu harus berdarah-berdarah,” kata Akmal Pasluddin saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung Nusantara I, Senin (27/5/2019).
Dapil Sulsel II sering disebut sebagai ‘dapil neraka’. Sebab, Dapil yang mencakup Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Parepare, Bone, Sinjai, dan Bulukumba ini bertaburan para tokoh baik mantan Gubernur, kerabat hingga istri Bupati, eks Wakil Bupati, dan juga para petahana DPR.
Baca Juga: Penguasa Dapil di Sulsel: Dari Amir Uskara, AIA, Hingga RMS
Namun, pada akhirnya bukanlah ketokohan, kontribusi, maupun kompetensi yang menjamin keterpilihan. Itu terbukti dari bertumbangannya para tokoh di sini.
Sebut saja mantan Gubernur Sulsel dua periode yang juga Caleg NasDem, Syahrul Yasin Limpo (SYL), mantan Bupati Sinjai, Rudiyanto Asapa (Gerindra), petahana NasDem, Akbar Faizal, Nasyit Umar (Demokrat), eks anggota DPD RI, Aziz Qahar Muzakkar (PAN), dan banyak figur lainnya yang berguguran.
Baca Juga: Suami Berjaya di Sulsel, Istri Kalah di DKI
Menurut Akmal, faktor intimidasi ASN oleh para keluarga dan kerabat kepala Daerah sebagai salah satu penyebab gagalnya figur-figur yang dianggap kompeten.
“Pak Akbar Faizal, SYL yang ketokohannya tidak diragukan. Sangat disayangkan figur-figur seperti ini tak lolos hanya karena proses pemilu yang menurut saya komposisi kecurangannya sangat brutal,” tegas Akmal.
Selain itu lanjut Akmal, masifnya politik uang dan ditunjang oleh fungsi penyelenggara baik KPU dan Bawaslu yang abai terhadap fakta yang terjadi membuat hasil Pileg kali ini dianggapnya bagaikan upaya membangkitkan dinasti politik.
“Bayangkan saja, bagaimana kami (mayoritas petahana) di Komisi IV berusaha maksimal memperjuangkan masyarakat khususnya pembagian alsintan di bidang pertanian. Tapi hasilnya di lapangan sebagian pemilih tergoda hanya dengan uang Rp50 ribu,” ujar Anggota Komisi IV DPR ini.
Akmal berharap, ke depannya regulasi soal pemilu dan sistem rekrutmen partai dapat dirubah sehingga tak mematikan kader-kader berkualitas.
“Bisa dibayangkan ada figur yang terpilih karena kebetulan dia istri ataupun anak kepala daerah. Sementara kompetensi dan pemahamannya terhadap fungsi legislatif sangat minim. Bagaimana mereka bisa menjadi sparing partner pemerintah?” ujar Akmal.
Meski demikian, Akmal tetap berharap para pendatang baru yang terpilih nantinya dapat cepat beradaptasi guna menunjang kinerjanya. Sebab kata dia, menjadi wakil rakyat di DPR harus mampu menjadi partner seimbang dalam mengawal dan mengawasi Pemerintah.
“Menurut saya mereka harus cepat belajar beradaptasi, agar output dari sistem yang diharapkan terbukti. Bukan sebaliknya melahirkan kader yang gagal memberikan pendidikan politik,” pungkasnya.