Alexandre Bissonnette (29), akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dialah pelaku pembantaian di Masjid Quebec Islamic Cultural Centre Kanada yang menewaskan enam orang.
Lontar.id — Minggu malam, 29 Januari 2017, azan Isya waktu Kanada berkumandang. Umat Islam yang berada di sekitar masjid Quebec bergegas mengikuti seruan azan. Salat berjamaah akan dimulai. Sekitar ada 50 jemaah.
Entah dari mana datangnya, tembakan membabi buta membuat jemaah berhamburan. 19 orang dilaporkan terluka. Lima jemaah harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit, dan dua orang dilaporkan kritis.
Polisi yang tiba di TKP langsung melakukan gelar perkara. Beberapa orang yang dicurigai langsung diamankan.
Polisi sempat mengamankan dua orang yang dicurigai sebagai pelaku. Ada pria keturunan Maroko, Mohamed Khadir dan juga Bissonnette.
Khaidir sempat ditahan sebelum akhirnya dibebaskan dan hanya berstatus saksi mata.
Pelaku penembakanpun mengarah kepada Bissonnette. Hasil integoreasi memastikan pria itulah pelakunya.
Menurut laporan media lokal, Bissonnette tercatat sebagai mahasiswa antropologi dan politik di Universitas Laval. Letak kampusnya hanya berjarak tiga kilometer dari masjid yang dia hujani peluru.
Motif Bissonnette melakukan aksinya tersebut diduga karena sikapnya yang anti Islam. Laporan yang diturunkan Montreal Gazzette, sebelum menembak masjid ia memposting fotonya di Facebook menggunakan kostum Grim Reaper. Akunnya itu kini tak lagi aktif.
Dalam media sosial itu, Bissonnette sangat mengagumi Presiden AS, Donald Trump dan pemimpin sayap kanan Prancis, French National Front, Marine Le Pen. Itu terlihat dari beberapa postingan dan like yang ditujukan Bissonnette kepada kedua tokoh itu.
Francois Deschamps, pejabat di grup advokasi Welcome to Refugee mengatakan pemuda itu memiliki pandangan sayap kanan yang ekstrem.
“Dengan perih dan kemarahan kami mempelajari identitas teroris Alexandre Bissonnette. Banyak para aktivis mengenalnya sebagai pengikut sayap kanan, pro Le Pen, anti-feminis di Laval University dan media sosial,” kata Deschamps.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Premier Quebec Philippe Couillard menyebut serangan ini merupakan aksi terorisme. Kepada satu juta muslim yang tinggal di Kanada, Trudeau mengatakan, “kami akan bersama dengan Anda semua.”
Penembakan terjadi kala tensi di AS meningkat setelah Perintah Eksekutif Donald Trump dikeluarkan. Melarang warga dari tujuh negara muslim masuk AS. Gedung Putih mengecam serangan itu namun juga menekankan kenapa AS butuh kebijakan seperti yang digagas Trump.
Akibat kejadian itu, enam orang dinyatakan tewas. Mereka adalah Azzeddine Soufiane, ayah tiga anak berusia 57 tahun yang memiliki toko daging. Khaled Belkacemi, profesor food science department di Laval University. Ia berusia 60 tahun.Korban lainnya adalah Abdelkrim Hassen, Aboubaker Thabti, dan dua warga Guini lainnya.
Hukuman Seumur Hidup
Dua tahun pasca kejadian, jaksa memutuskan untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup.
Penangkapan Bissonnette memang melahirkan perdebatan dikalangan para hakim. Sebelumnya, jaksa telah meminta Bissonnette untuk menjalani enam hukuman berurutan atau 150 tahun penjara tanpa memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat. Hukuman terberat sejak Kanada menghapuskan hukuman mati pada tahun 1976.
Akan tetapi, hakim Francois Huot memilih sebaliknya. Dia menilai ada kemungkinan pembebasan bersyarat setelah 40 tahun. Sebagaimana dikutip BBC News, Hakim juga mengatakan masalah kesehatan Bissonnette, juga dapat memengaruhi hukumannya.
Keputusan hakim jauh berbeda pada persidangan sebelumnya. Saat itu ia menolak permintaan untuk pembebasan bersyarat, dan mengatakannya sebagai hal yang “tidak masuk akal. Perlu diketahui, penembakan massal seperti yang dilakukan Bissonnette adalah kejadian yang sangat langka di Kanada. “Hukuman seharusnya tidak menjadi ajang pembalasan,” kata hakim.
Bissonnette telah mengaku bersalah pada Maret 2018 atas enam tuduhan pembunuhan dan enam tuduhan percobaan pembunuhan di masjid Quebec, Kanada. Dan, hingga pada tahun ini, hakim memutuskan penjara seumur hidup.