Lontar.id – Film Bumi Manusia karya sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer, sudah tayang di bioskop-bioskop Indonesia mulai 15 Agustus 2019.
Bumi Manusia merupakan seri pertama dari novel tetralogi Pulau Buruh, lalu muncullah novel Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Empat serial novel Pram, semuanya ditulis sewaktu menjalani hukuman penjara dari rezim Orde Baru.
Pram merupakan salah satu tahanan politik (Tapol) yang dibuang di Pulau Buruh, karena dinggap memiliki relasi dengan partai terlarang di Indonesia yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebagai seorang sastrawan kenamaan, ruang geraknya dibatasi namun pikiran-pikirannya justru melanglang buana jauh melampuai masanya. Ia berhasil menyelesaikan novel tetralogi Pulau Buruh dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Film Bumi Manusia mengangkat kembali latar sejarah tentang perjalanan seorang pelajar pribumi bernama Minke (Iqbal Ramadhan).
Ia masuk di sekolah HBS, salah satu sekolah tersohor di kalangan orang Eropa pada waktu itu. Minke seorang pribumi yang dipandang rendah orang Eropa sebagai manusia kelas sosial rendahan.
Serial pertama ini menceritakan tentang peran tiga tokoh utama yaitu Minke, Annelies Mellema (Mawar de Jongh) dan Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti).
Annalies diceritakan sebagai sosok perempuan blesteran Belanda-Indo yang cantik. Kecantikan Annalies membuat Minke terpikat dan akhirnya menikahi gadis itu.
Nyai Ontosoroh sendiri adalah seorang gundik atau istri simpanan dari Herman Mellema, seorang pejabat VOC Belanda, sehingga kedudukannya dalam status sosial di masyarakat Jawa masih dianggap miring.
Meski demikian, Nyai Ontosoroh bukan seperti gundik-gundik lainnya yang hanya dijadikan sebagai alat pemuas nafsu belaka, tetapi ia memiliki pemikiran yang jauh cemerlang dan sangat terpelajar. Hal itu berkat dari kemampuan Bahasa Belanda yang ia kuasai serta belajar pada buku dan majalah yang berbahasa Belanda.
Diceritakan dalam Bumi Manusia, Minke adalah seorang tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia dan juga dikenal sebagai bapak perintis surat kabar yaitu Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo yang lahir di Blora (1880-1918).
Minke memang cukup beruntung bisa masuk di sekolah HBS dan menyerap ilmu pengatahuan dan budaya Eropa. Dari sanalah ia belajar dan sadar, bahwa dirinya tetap sebagai seorang pribumi yang kerap direndahkan oleh teman-teman sekelasnya.
Namun dari sanalah, Minke mulai menyadari posisinya sebagai pribumi. Minke mulai melakukan perlawanan dengan jalan menulis, tulisan-tulisannya terbit di koran dan banyak orang terpengaruh dari tulisannya.
Minke menyadari bahwa perlawanan dengan mengangkat senjata tak mungkin ia lakukan, tetapi melalui tulisanya, ia bisa menumpahkan semua keresahannya tentang bangsanya sendiri di bawah kekuasaan Belanda.
Film Bumi Manusia garapan Hanung Bramantyo ini membangkitkan kembali ingatan sejarah perjalanan bangsa kita, bagaimana pribumi diperlakukan tak manusiawi oleh penjajah masa itu. Tidak saja kekayaan isi lama kita dikeruk habis, tetapi harkat dan martabat kita sebagai sebuah bangsa yang besar ikut tercabik-cabik.
Terlepas dari perdebatan yang tak penting menurut saya, apakah Iqbal yang memerankan Minke dianggap tak representatif dengan kobaran jiwa perjuagan yang menyala-nyala. Namun lewat film ini, sebagian masyarakat dapat menikmati suguhan latar sejarah perjuangan dan kebangkitan nasional Indonesia di abad 20.
Daripada ikut berdebat apakah Iqbal Ramadhan pantas atau tidak berperan sebagai Minke, menurut saya, kita tunggu saja filmnya tayang di bioskop, barulah kemudian mengomentari dan mengkritiknya.
Editor: Almaliki