Setiap peradaban dan bangsa selalu punya tradisi. Di Jepang ada tradisi yang dikenal dengan sebutan seppuku atau harakiri. Seppuku adalah sebuah ritual bunuh diri dengan merobek bagian perutnya, lalu mengeluarkan usus menggunakan pisau tajam.
Lontar.id — Mereka yang mengambil jalan seppuku pada umumnya dari kalangan samurai, tradisi itu dilakukan karena mereka kalah di medan perang dan merasa malu. Rasa malu bagi orang Jepang punya makna tersendiri, jika mau membayarnya untuk mengembalikan kehormatannya kembali pulih, maka harus melakukan ritual seppuku. Atau, meminta pihak lawan atau musuh mengeksekusinya sebagai tanda memberikan rasa hormat.
Ritual seppuku berdasarkan literatur Jepang, mencatat upaya bunuh diri lewat seppuku, pertama kali diketahui dilakukan oleh seorang penyair populer Minamoto no Yorimasa (1106–1180 M) pada perang Genpei dimulai dari pertempuran Uji (1180 M). Setelah itu seppuku kemudian dikenal sebagai kode kehormatan seorang samurai yang mengakhiri hidupnya “bushido”. Seppuku sebagai hukuman bunuh diri mulai dikenal pada masa Kekaisaran Tokugawa di zaman Edo (1600-1867 M).
Di era industrialisasi fenomena bunuh diri di Jepang juga turut bertranformasi. Tradisi zamannya yang telah berlangsung sejak lama, tak begitu langsung diurungkan meski peradaban telah berubah. Jika dahulu seppuku hanya dilakukan oleh para samurai dan mereka yang berdarah keturunan bangsawan, maka kini tradisi itu telah bergeser.
Bukan lagi budaya malu, namun keputusasaan berujung depresi menjdi salah satu penyebab tingginya angka bunuh diri di negara yang pernah menjajah Indonesia itu.
Ada lokasi andalan bagi mereka yang ingin mengakhiri hidup. Bukan lagi di medan perang atau di tempat para majikan sang samurai, melainkan disebuah hutan bernama Aokigahara.
Baca Juga: Ritus Pengislaman Calon Mualaf di Pinrang
Hutan Aokigahara dan Cara Bunuh Diri
Hutan Aokigahara dikenal sebagai hutan lebat dengan pepohonan rindang menjulang tinggi tumbuh di atasnya. Jika menelusuri jauh ke dalam hutan, tidak ditemukan satwa liar berkeliaran di hutan, ini memberikan kesan Oikigahara sangat tenang saat dikunjungi para wisatawan lokal maupun wisatawan dari mancanegara.
Letak Hutan Aokigahara berada persis dibawah kaki Gunung Fuji, jaraknya sekitar 100 mil sebelah Barat Tokyo dan menjadi lokasi bunuh diri terpopuler di Jepang saat ini. Hutan Oikigahara dijuluki oleh warga lokal sebagai Jukai (laut pohon), disebabkan pepohonan tumbuh besar dan berdempetan.
Jika memasuki hutan Aokigahara, pengunjung akan disuguhi dengan sebuah tulisan di atas papan menggunakan huruf Jepang dan bahasa Inggris. Tulisan tersebut merupakan himbaun kepada pengunjung agar tidak melakukan prosesi bunuh diri. Selain itu menyarankan kepada pengunjung agar menyanyangi hidupnya sendiri.
Upaya tersebut dilakukan agar mampu mengurangi tingkat masyarakat Jepang yang hendak bunuh diri di hutan Aokigahara. Meski telah dilakukan berbagai upaya untuk membendung angka kematian bunuh diri namun tetap saja ditemukan sejumlah mayat menggantung di atas pepohonan dan di jalan-jalan. Pada umumnya mayat yang sudah terkapar lama dan dimakan rayap tidak diketahui identitas aslinya, kecuali sebagianya saja. Mereka ditemukan hanya berupa baju, celana, sepatu, dan sejumlah kartu di dalam dompetnya.
Baca Juga: Kontroversi Duterte, Mengaku Islam hingga Keinginan Ganti Nama Filipina
Hidupmu adalah sesuatu yang berharga yang diberikan kepadamu oleh orang tuamu” dan yang lain tertulis “Renungkan orang tuamu, saudara kandung, dan anak-anakmu sekali lagi. Jangan ganggu sendirian.” bunyi tulisan yang merupakan himbaun resmi dari situs resmi Aokigaharaforest.
Laporan Aokigaharaforest menujukkan angka kematian bunuh diri orang Jepang di hutan tersebut, lantaran dipicu oleh tekanan pekerjaan yang tinggi dari perusahaan, dipecat dari pekerjaan bahkan ada yang memegang posisi penting sebagai eksekutif di perusahaan.
Sementara untuk jumlah pasti berapa orang yang telah meninggal bunuh diri, hingga kini belum diketahui lantaran pihak otoritas keamanan di Jepang melarang untuk dipublikasikan. Namun yang sempat tercatat mulai pada tahun 1998 sebanyak 73 orang, pada 1999 angkanya sedikit menurun hanya 68 orang sedangkan pada tahun 2000 dan 2001 jumlah korban sebanyak 59 orang. Angka kematian naik pada 2002 ada 78 orang dan 2003 mencapai 103 orang. Tetapi angka kematian di tahun selanjutnya tidak pernah dicatat berapa banyak jumlahnya.
Memilih mati bunuh diri di Hutan Aokigahara karena berbagai alasan, bagi orang Jepang hal seperti itu sama dilakukan oleh para samurai yang mengakhiri hidupnya dengan cara seppuku atau harakiri, yaitu mati terhormat.
Penulis: Ruslan