Lontar.id – PUBG Mobile haram? Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkajinya. Salah satu game online terlaris pada tahun 2018 lalu itu, dianggap lebih banyak memiliki kemudaratan.
Hal tersebut merupakan dampak dari serangan teroris di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 40 orang, pada 15 Maret lalu.
Lantas apa kaitanya? Aksi teror pembantaian yang menewaskan 40 jemaah salat Jumat di Selandia Baru itu, disebut terinspirasi dari game tersebut. Yang paling sering disebut adalah, karena pelaku teror di Christchurch menggunakan sebuah senapan serbu atau Assault Rifle, yang populer digunakan oleh players di PUBG.
Jika aksi teror tersebut diharamkan, semua tentu setuju. Tak akan ada yang menolak, apalagi mencaci MUI. Namun, kenapa arahnya malah PUBG Mobile yang akan diharamkan? Ini yang salah.
Oke, saya memcoba membalikkan logika saya. PUBG haram ya silakan saja. Memang itu game nggak ada faedahnya, banyak mudaratnya. Nggak mungkin ada gamers PUBG yang sukses mengharumkan nama Indonesia di turnamen internasional.
Nggak mungkin juga ada Youtubers, yang sukses mengubah hidupnya jadi lebih layak berkat PUBG. Pasti mereka ini cuma menghabiskan uang dan waktunya di game center, alih-alih sekolah malah bolos.
Kalau mau mengharumkan nama Indonesia, ya cuma bisa jadi atlet olahraga. Tapi selain sepak bola pokoknya. Badminton, oke. PUBG? PUBG haram saja. Mengapa MUI begitu bersemangat segera menerbitkan fatwa PUBG haram? apa mereka tak memikirkan nasib atlet elektronik sports?
Ingat, Indonesia pernah mendapat tempat pada ajang PUBG Mobile Star Challange yang diselenggarakan Tencent Games di Dhubai. Kala itu ratusan juta warga Indonesia, diwakili oleh Bigetron e-Sports. Meski tak berhasil membawa pulang gelar juara, tapi kegigihan empat anak muda itu tak boleh dipandang sebelah mata.
Lewat game yang saat ini sedang dikaji keharamannya oleh MUI, 4 anak muda itu memperlihatkan kepada kita semua, kalau gim online tak melulu membuat pemainnya malas, hanya menghabiskan waktu, membuat pikiran orang yang nonton itu keracunan, ketergantungan, dan juga melalaikan tugas-tugas sebagai mahasiswa, pelajar, atau hal negatif lain seperi dikatakan MUI.
Tak ada alasan tepat untuk mengharamkan gim online yang sudah diunduh 100 juta lebih pengguna Android dan iOS itu. Kecuali PUBG Mobile merupakan makanan kaleng mengandung babi, tapi rasar-rasanya beda lagi konteksnya.
Mengapa MUI tak mencoba mengharamkan sayur kol, atau kentang bahkan wortel? Itu ciptaan tuhan, dengan memakannya kita tentu tidak menghargainya dan itu menjadi negatif. Seperti itukah kerangka berfikir kanda-kanda di MUI?
MUI jangan merasa analisisnyalah yang paling benar. Semua butuh kajian mendalam dengan analisisi lain dari sisi negatif dan positif.
MUI juga harus melihat kondisi sosial masyarakat. Jika kelak PUBG diharamkan, lantas ada anak yang tak mau makan karena merasa kehilangan hiburannya, atau ada siswa yang tak mau sekolah lantaran hak bermainnya dikekang, MUI mau bertanggung jawab?
Solusinya, MUI jangan asal main haramkan sesuatu. Jelas-jelas tak ada kaitan antara aksi teror dengan PUBG Mobile. Jangan juga dipaksa untuk berkaitan. Masalah ini ibarat rokok Marlboro dan Sampurna, yang hingga kiamat datang tak akan pernah sama.
Dear MUI, silahkan haramkan juga pola pemikiran saya!
Penulis: Vkar Sammana