Lontar.id – Buruh dan organisasi mahasiswa di sejumlah kampus menggelar aksi unjuk rasa yang terkonsentrasi di Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda, Jakarta Pusat. Aksi demonstrasi itu menuntut sejumlah persoalan terkait dengan regulasi yang dianggap bermasalah dan mengkerangkeng demokrasi.
Terdapat sejumlah regulasi yang ditolak para buruh yang tergabung di Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan mahasiswa.
Beberapa peraturan yang ditolak seperti, RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, Batalkan UU KPK, UU SBPB, PSDN, dan UU SDA. Kemudian mendesak disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Perwakilan dari KASBI Nining Elitos menjelaskan, para buruh dan mahasiswa mendesak agar sejumlah regulasi yang sudah disahkan agar dibatalkan. Seperti UU KPK yang berakibat melemahkan lembaga antirasuah dalam pemberantasan korupsi.
Ia menuding komisioner yang terlibat melanggar kode etik, tidak layak memimpin KPK, karena akan berpengaruh signifikan pada kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Olehnya itu Ketua KPK terpilih Firli Bahuri yang pernah diberi sanksi etik kata dia, didesak untuk dibatalkan kepemimpinannya.
“Batalkan pimpinan KPK Bermasalah pilihan DPR,” kata Nining Elitos saat konferensi pers di Jl. Merdeka Barat, Senin (28/10/2019).
Dalam tutuntan lainnya, Nining Elitos mengimbau kepada aparat keamanan, agar tidak berlebihan dalam menangani setiap aksi demonstrasi aktivis mahasiswa dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis yang berani bersuara mengkritik pemerintah, merupakan salah satu fokus dari tuntutan buruh dan mahasiswa. Pasalnya, pada aksi demonstrasi yang berujung bentrok dengan aparat di DPR beberapa waktu lalu, sejumlah aktivis ditangkap.
Aksi kekerasan aparat keamanan terhadap para aktivis harus diadili di meja hukum, agar dapat menemukan oknum pelaku kekerasan tersebut, Nining Elitos meminta agar dibentuk tim investigasi independen.
“Hentikan kriminalisasi aktivis,” tegas Nining Elitos.
Kekerasan terhadap aktivis lanjut Nining Elitos, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia. Pelanggaran tersebut bukan saja terjadi di masa rezim Jokowi, tetapi para buruh meminta untuk dituntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Meski Nining Elitos pesimis Jokowi berani mengadili pelanggar HAM di masa lalu, lantaran orang yang diduga bagian dari pelaku kejahatan dan pelanggar HAM menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi di Kabinet Indonesia Maju.
Namun Nining Elitos tidak merinci secara detail siapa pelaku pelanggar HAM yang berada di lingkaran kekuasaan.
“Tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan,” imbuhnya.
Editor: Syariat