Lontar.id – Hasil ijtimak ulama III yang diselenggarakan pada 1 Mei, bersamaan dengan peringatan hari buruh internasional itu, merekomendasikan lima poin utama terkait Pemilu 2019. Pada poin ke tiga hasil ijtimak ulama itu, menyatakan untuk mendiskualifikasikan pasangan nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf sebagai capres.
Ulama yang dihadiri oleh pro pendukung capres Prabowo-Sandi, menilai pemilihan presiden (Pilpres) pada 17 April lalu, telah terjadi berbagai kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif.
Kecurangan yang dituding pro pendukung Prabowo-Sandi melibatkan infrastruktur negara, seperti mengerahkan Aparatus Sipil Negara (ASN), pegawai BUMN, instansi kepolisian hingga penyelenggara negara.
Berdasarkan pada sejumlah fakta yang ditemukan, ijtimak ulama merekomendasikan Badan Nasional Pemenangan (BPN) agar mengawal kasus kecurangan pemilu hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Yaitu dengan mengajukan proses gugatan pelanggaran pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Desakan agar paslon Jokowi-Ma’ruf dibatalkan sebagai calon presiden terus disuarakan, baik melalui media sosial hingga aksi nyata dengan melakukan unjuk rasa di Gedung Bawaslu. Seperti hari ini, sejumlah massa dari pendukung Prabowo-Sandi, yang mayoritas dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI).
Unjuk rasa yang meminta paslon Jokowi-Ma’ruf agar dibatalkan dari pencalonan pilpres 2019 karena diklaim melakukan kecurangan, memang dianggap hal yang wajar di negara demokrasi. Karena setiap individu maupun kelompok bebas menyampaikan pendapat di muka umum, sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
Sepanjang dilaksanakan pemilu pasca reformasi 1998, belum pernah terjadi ada calon presiden yang didiskualifikasi oleh penyelenggara pemilu. Meskipun dalihnya ditemukan sejumlah bukti kecurangan, seperti adanya pengerahan ASN, pencurian suara, kertas suara tercoblos duluan, penyelenggara pemilu yang juga merupakan bagian dari tim sukses paslon tertentu.
Kasus tersebut biasanya akan diselesaikan di meja Bawaslu, DKPP hingga ke Mahkamah Konstitusi. Seperti pada pemilu 2014 lalu, Prabowo-Hatta menggunakan jalur gugatan ke MK sebagai proses akhir dari sengketa pemilu yang berkepanjangan. Pada akhirnya MK menolak seluruh gugatan dan memutuskan Jokowi-JK sebagai pemenang pemilu.
Setiap pemilu maupun pilkada berlangsung, masalah kecurangan kerap terjadi baik itu dilakukan petahana atau penantang. Karena politik adalah usaha merebut dan mempertahankan kekuasaan, meskipun itu dilakukan dengan cara kecurangan.
Desakan agar Jokowi-Ma’ruf dibatalkan sebagai capres oleh pendukung Prabowo-Sandi, menurut saya cukup menarik. Karena desakan ini dilakukan setelah usai hari pencoblosan. Di mana penyelenggara pemilu sedang melakukan proses rekapitulasi berjenjang dan kabarnya sudah memasuki rekapitulasi tingkat nasional. Lalu akan diumumkan pemenang pilpres pada 22 Mei mendatang.
Saya kira kita akan mempertanyakan, apakah pasangan Jokowi-Ma’ruf dapat didiskualifikasi sebagaimana desakan dari pro Prabowo-Sandi?
Menurut saya desakan ini sangat sulit terpenuhi, karena proses pemilu sudah dilakukan dan tinggal menghitung hari pengumuman secara resmi. Meskipun BPN mengklaim adanya indikasi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif di sejumlah lokasi, seperti di temukan di negara tetangga Malaysia.
Jika data tersebut benar, yang paling mungkin dilakukan adalah dengan cara melakukan pencoblosan ulang disejumlah tempat, sehingga menghasilkan pemilu yang adil dan demokratis. Demikian juga jika pada sidang di MK, maka MK akan memerintahkan agar dilakukan pencoblosan ulang. Belum lagi, pengajuan gugatan di MK harus memenuhi berbagai persyaratan seperti selisih suara, pembuktian TSM dan lain-lain.
Berkaca pada Pilkada Kota Makassar, pasangan Moch. Ramadhan Pomanto-Indira Mulyasari (Danny-Indira) didiskualifikasi oleh PT TUN Makassar karena terbukti melakukan pelanggaran yang diajukan paslon Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu). Gugatan tersebut kemudian diperkuat di Mahkamah Agung dan akhirnya Pilkada Makassar melawan kotak kosong.
Gugatan Appi-Cicu sukses mendepak Danny-Indira sebagai calon, lantaran dilakukan sebelum pemilihan dilakukan. Tentunya dengan menghadirkan sejumlah bukti yang memperkuat gugatan tersebut.
Sementara desakan pro Prabowo-Sandi dilakukan usai hari pencoblosan dilakukan, bahkan mendekati hari pengumuman pemenang pemilu. Hal ini akan sangat sulit dilakukan karean kedua capres sudah bertarung, jika gugatan Prabowo-Sandi dilakukan sebelum hari pencoblosan, kemungkinan-kemungkinan didiskualifikasi bisa dilakukan (data yang jelas).
Menurut saya, Prabowo-Sandi perlu belajar kembali pada kasus Pilkada Makassar. Meskipun ruang lingkupnya sebatas pemilihan kepala daerah, tetapi berdasarkan kasus kecurangan yagn diklaim kemungkinan bisa terwujud.
Apa yang harus dilakukan Prabowo-Sandi? sekali lagi, tim BPN dan pendukungnya harus mempersiapkan dengan matang untuk membuktikan kecurangan pemilu di MK. Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun dalam pembuktian yang menyebabkan ketar-ketir sendiri menjawab pertanyaan majelis hakim.
Dengan begitu, masih ada harapan Prabowo-Sandi menang pemilu, dengan melakukan pencoblosan ulang di sejumlah tempat. dan ini buka pekerjaan mudah dilakukan, tapi dalam politik tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, selama mau berusaha.