Lontar.id – Tangerang Selatan akan melaksanakan pemilihan Wali Kota serentak pada pilkada 2020 mendatang. Dua tokoh populis yang digadang-gadang bakal memeriahkannya adalah istri Sandiga Salahuddin Uno, Siti Nur Asia Uno dan anak kandung wakil presiden terpilih, Siti Nur Azizah.
Nama Siti Asia Uno populer setelah kerap mendampingi Sandiaga saat kampanye pemilu 2019. Tampilannya dengan gaun modelis jadi perhatian publik, ditambah sebagai istri seorang politisi.
Latar belakang yang bukan sebagai seorang politisi, tapi lebih banyak mendampingi suami kala pemilu, membuat nama Mpok Nur populer di masyarakat, terutama dari kalangan emak-emak pendukung Prabowo-Sandi.
Hal itu jadi salah satu modal utama Siti Asia Uno berkarier di politik. Nur memang bukan satu-satunya istri politisi yang nebeng tenar melalui suami, sudah banyak pendahulunya.
Soal latar belakang pengalaman di bidang politik, memang tidak jadi syarat utama seorang bisa terpilih di kontestasi pilkada, melainkan orang dengan nama besar, punya pengaruh kuat menarik simpati publik.
Belum lagi tipe pemilih di Indonesia yang cenderung pragmatis dan partisipan, dalam istilah sederhananya, suara pemilih dapat ditukar dengan uang, barang dan jasa.
Padahal, untuk menduduki jabatan publik seperti kepala daerah, harus punya kemampuan di bidang tertentu karena tugasnya nanti mengatur daerah, serta punya keahlian dibidang komunikasi politik.
Karena di pemerintahan bukan saja tentang bagaimana cara mengeksekusi program, tetapi harus punya jaringan politik dengan partai politik yang bisa saja mengganggu penetapan APBD.
Munculnya Nur sebagai calon Wali Kota Tangeran Selatan, bisa diartikan sebagai tidak adanya proses kaderisasi di tubuh partai politik untuk diusung. Atau bisa saja, partai politik tidak merasa percaya diri mengusung kader sendiri, lantaran tidak populer dan sulit perihal dana.
Partai politik seolah mandek dalam proses kaderisasi, tak mampu mengartikulasikan kebutuhan masyarakat di daerah tertentu. Sehingga pilihan terbaiknya adalah mengusung non kader untuk berebut kursi orang nomor satu di Tangeran Selatan.
Nur saat ini sedang dibidik oleh Partai Gerindra. Mereka tertarik mengusung istri Sandiaga sebagai calon Wali Kota Tangerang Selatan. Sementara Azizah yang akan melawan Nur, meskipun belum ada partai politik yang merapat, kemungkinan besar akan mudah mendapatkan partai. Alasannya, sang ayah yang duduk sebagai orang nomor dua di Indonesia.
Nur dan Azizah menurut saya merupakan antitesa dari partai politik yang tidak mampu melahirkan tokoh publik. Sehingga pilihan terbaiknya adalah memberikan dukungan kepada calon non kader yang berpotensi besar menang.
Partai politik seakan tak peduli, apakah figur tersebut punya kapasitas menjalankan roda pemerintahan atau asal berkuasa saja. Soal bagaimana ia nanti bisa mengurus daerah, itu belakangan. Masih untung apabila ia mampu mengerjakan tugas-tugasnya, tetapi bagaimana jika ia hanya sebagai boneka belaka?
Seperti kejadian pada pilkada di Kabupaten Bima. Bupati yang menjabat saat ini, merupakan istri dari mendiang almarhum bupati sebelumnya. Ia ketiban popularitas dari suaminya yang menjabat selama dua periode.
Lalu apa yang terjadi sekarang? Pembangunan daerah mandek, hampir tak ditemukan adanya perubahan selama hampir 4 tahun masa kepemimpinannya. Di sisi lain, banyak warga di kecamatan menolak bupati datang karena tak mampu merealisasikan janji politiknya dan masih banyak hal lainnya.
Ini merupakan salah satu contoh, buruknya pengelolaann daerah, apabila jabatan strategis diduduki oleh orang yang hanya punya modal populis, ketimbang memiliki pengalaman yang matang di politik dan birokrasi. Apakah ketika di pemilihan Wali Kota Tangeran Selatan, hasilnya tak jauh beda seperti di Kabupaten Bima?
Ditulis oleh Ruslan.