Lontar.id. – Industri perfileman di tanah air yang mengangkat kisah tentang hantu cukup ramai di pasaran, film dengan genre ‘horor’ ini banyak diminati oleh penonton. Meski film horor tersebut menghadirkan sejumlah adegan-adegan yang menegangkan dan membuat buluk kuduk merinding, namun tetap saja banyak penonton yang menyukainya.
Salah satu film horor Indonesia yang sukses tayang dan menarik minat banyak penonton, untuk mengikuti setiap alur ceritanya yaitu Film Suzzana: Bernapas dalam Kubur. Suzanna yang diperankan oleh Luna Maya mampu berakting menyerupai Suzanna Martha Frederika Van Osch.
Mendengar nama Suzzana, maka kita akan terbawa pada film-film horor yang pernah ia perankan pada masa orde baru seperti Suzanna Bernapas dalam Lumpur (1970), Beranak dalam Kubur (1971) dan Sundel Bolong (1981).
Film yang disutradarai oleh Rocky Soraya dan Anggy Umbara ini tayang perdana pada 10 November 2018 dan sukses memikat 3 juta penonton melalui penjualan tiket di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Peran Suzzana di film terbarunya tidak beda jauh dengan film yang di produksi tahun 70-an itu. Dia tampil sebagai sosok hantu dengan wajah pucat dan dingin, irit bicara namun menakutkan dan yang paling utama adalah, upayanya melakukan balas dendam terhadap lelaki yang membunuhnya.
Keberhasilan film bergenre horor Indonesia memunculkan banyak tanya, mengapa film hantu yang menakutkan disukai? kalau alasannya sebagai hiburan semata, bukankan banyak film bergenre lainya yang dapat memberikan hiburan bahkan edukasi terhadap kita.
Saya mencurigai laris manisnya film horor di Indonesia tak bisa terlepas dari peran orang terdahulu, yang menceritakan kisah tentang hantu kepada anak-anak mereka untuk sekadar menakut-nakuti agar tidak nakal atau berpergian kemana-mana. Juga cerita yang terpampang di dalam majalah-majalah yang mengisahkan tentang hantu yang disiksa di neraka.
Cerita tersebut terus dieksploitasi melalui majalah, berita, talk show hingga perburuan terhadap hantu yang menghuni tempat tertentu. Saya sendiri pernah merasakan kejadian yang sama persis pada medio 90-an. Orang tua saya sering menceritakan tentang hantu, saat saya beranjak pergi tidur hingga membuat saya dan anak-anak seumuran saya waktu itu ketakutan. Cerita tentang hantu membekas hingga saya beranjak dewasa dan semakin penasaran dengan kisah hantu yang berada di daerah lain seperti di Jawa, muncul hantu Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, Hantu Jeruk purut dan Parakang di Tanah Bugis Makassar.
Mengerikan tapi bikin penasaran untuk terus mengikuti kisah mistis, jadi salah satu alasan menurut saya oleh Industri perfileman terus memproduksi film-film bergenre hantu. Selain ingatan masyarakat sudah tertanam kuat dengan kisah mistik dan sulit terjelaskan secara metedologis, namun ketika dibuatkan film atau acara khusus untuk memburu hantu lengkap dengan ustad, maka filem bergenre horor mendapatkan tempat di hati penonton.
Ustaz dihadirkan dalam acara perburuan hantu, agar terkesan nyata dan mampu mengusir hantu yang mendiami gedung kosong dan sering menakuti manusia. Pada umumnya, ustaz mewakili orang yang memiliki pengetahuan terhadap agama yang cukup tinggi, sehingga ucapannya dapat menyakinkan para penonton. Penonton akan terus bertambah seiring dengan mendatangi tempat-tempat yang dianggap kramat dan orang penasaran.
Ketika jumlah penonton semakin bertambah, maka sudah bisa dipastikan acara yang muncul di televisi maupun di film mendapatkan kapital yang cukup banyak dan media massa lainnya akan berlomba-lomba membuat acara khusus berburu hantu.
Nah, inilah alasan menurut saya, mengapa industri film hantu saat ini mendapatkan penonton yang banyak, hal itu terlihat saat Suzzana Bernapas dalam Kubur mendapatkan penonton hingga 3 jutaan, jumlah yang amat besar bukan untuk film bergenre horor.
Penulis: Ruslan