Lontar.id – Mengintegrasikan perlindungan anak ke dalam proses perdamaian, berarti telah membuka jalan untuk masa depan yang lebih baik untuk anak-anak.
Melalui keterangan tertulis Kemenlu, Kamis (13/2/2020), diaebutkan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Mahendra Siregar, menjelaskan hal itu saat briefing Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengenai Anak-anak dalam Konflik Bersenjata (Security Council Briefing on Children in Armed Conflict) di Markas Besar PBB di New York, Rabu (12/2/2020).
Dalam pernyataannya di hadapan negara-negara anggota DK PBB, Wamenlu Mahendra menyoroti Laporan Sekretaris Jenderal tahun 2019, yang memperkirakan bahwa lebih dari 24.000 pelanggaran berat terhadap anak-anak telah diverifikasi oleh PBB di 20 situasi negara.
Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa isu anak-anak dalam agenda konflik bersenjata tetap menjadi isu yang relevan dalam perdamaian dan keamanan internasional.
Lebih lanjut, Wamenlu RI menyampaikan tiga poin utama untuk memperkuat langkah-langkah dalam melindungi dan mempersiapkan anak-anak dengan lebih baik di masa mendatang.
Pertama, pentingnya mengimplementasikan komitmen internasional tentang perlindungan anak. Perlindungan anak harus terintegrasi dalam seluruh proses perdamaian dengan mengedepankan yang terbaik untuk anak.
“Indonesia berkomitmen dalam mengimplementasikan dasar normatif perlindungan anak dalam semua misi penjaga perdamaian di mana Indonesia turut berkontribusi,” tegas Wamenlu RI.
Kedua, Wamenlu RI menunjukkan perlunya langkah komprehensif perlindungan anak dalam konflik bersenjata, dari upaya pencegahan hingga reintegrasi berbasis komunitas dan keluarga. “Pasukan perdamaian Indonesia telah lakukan repatriasi terhadap anak yang bergabung di kelompok bersenjata dan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak,” terang Wamenlu RI.
Ketiga, Wamenlu RI menegaskan pentingnya penguatan dukungan bagi upaya perlindungan anak. Seluruh pemangku kepentingan memiliki peran penting dalam proses perdamaian dalam menentukan langkah spesifik dalam usaha perlindungan anak. Hal ini membutuhkan kerja sama dari semua negara anggota dan organisasi regional untuk mendorong kapasitas mereka.
“Dengan memastikan bahwa anak mendapatkan haknya, kita telah berkontribusi bagi masa depan anak dan secara jangka panjang berinvestasi bagi penciptaan perdamaian,” demikian Wamenlu RI menutup pernyataannya.
Pertemuan telah mengadopsi Pernyataan Presiden DK PBB (Presidential Statement) untuk perlindungan anak dalam konflik. Selain itu, juga telah diluncurkan pedoman praktis bagi para mediator untuk melindungi anak-anak dengan lebih baik dalam situasi konflik bersenjata.
Sidang ini dipimpin oleh Philippe Goffin, Menteri Luar Negeri dan Pertahanan Kerajaan Belgia, selaku Presiden DK PBB pada Februari 2020 serta dihadiri oleh Raja Philippe dan Ratu Mathilde dari Belgia.
Sekretaris Jenderal PBB, Komisaris untuk Perdamaian dan Keamanan Komisi Uni Afrika, dan Ketua Advisory Board of Watchlist on Children and Armed Conflict bertindak sebagai briefer pada pertemuan tersebut.