Pengaruh Islam sudah ada di awal terbentuknya Amerika Serikat. Ajaran tauhid itu menyelinap di balik masifnya perbudakan kala itu.
Lontar.id – Catatan pengaruh Islam termaktub melalui tulisan Omar bin Said. Seorang lelaki Afrika yang dipaksa jadi budak di medio 1807. Kala itu usia Omar 37 tahun.
Latar belakangnya sebagai seorang terpelajar membuat semua peristiwa yang terekam dalam ingatanya dituangkan ke dalam sebuah tulisan.
Otobiografi berupa tulisan arab diabadikan Omar melalui tulisan tangan. Di situ dia bercerita tentang dirinya yang menjadi budak selama di Amerika.
Tulisan Omar ini juga telah diakuisisi oleh Perpustakaan Kongres AS (Library of Congress), “The Life of Omar Ibn Said”. Catatan harian Omar menjadi salah satu pijakan seharah Islam di awal terbentuknya Amerika.
Kala itu Omar merupakan salah satu pemeluk Islam di antara sepertiga budak-budak di Amerika yang juga mengikuti ajaran tauhid tersebut.
“Ini menantang gagasan tentang (Amerika) sebagai bangsa Kristen,” kata Zaheer Ali, sejarawan lisan di Brooklyn Historical Society dan direktur proyek proyek muslim di Brooklyn.
Tulisan Omar, memberi pencerahan bagaimana Islam turut berperan dalam membangun Amerika. Ini juga sekaligus menghapus stigma Amerika yng dicap sebagai bangsa kristen.
“Ini membuka pemahaman kita bahwa ada orang non-Kristen yang hadir pada masa pendirian bangsa ini. Dan, bukan hanya pada masa pendirian Amerika tetapi (mereka) juga membantu membangun bangsa. Ini menantang gagasan bahwa (Amerika) merupakan ‘bangsa Kristen’ sejak awal, “lanjut Zaheer.
Islam dan Perbudakan
Diam-diam ada upaya untuk menghapus identitas keagamaan yang melekat pada budak Afrika. Mereka yang beragama Islam dan dibawa ke Amerika, identitas agamanya dilucuti, dan mereduksi mereka hanya sebagai “budak” saja. Baik secara legal maupun dalam imajinasi publik.
“Klasifikasi hitam dirancang untuk menandai orang Afrika yang dijadikan budak sebagai properti (harta milik). Jadi, jika Anda berkulit hitam, Anda dianggap bukan lagi manusia,” kata Khaled Beydoun, seorang penulis dan profesor hukum di University of Arkansas.
Baca Juga: Mempertanyakan Kembali Populasi Umat Islam di Amerika
Budak kala itu dipandang sebagai manusia yang tak bernilai. Dirinya seolah ditakdirkan sebagai pekerja kasar saja. Dia menjadi kaum terbelakang yang dinilai tak mengenal adanya tuhan. Karena orang bertuhan hanya milik manusia beradab dan punya kedudukan sosial di Amerika. “(Sebab) jika Anda mengakui beberapa identitas religius mereka ini, maka pada gilirannya Anda harus mengakui kemanusiaan mereka,” tegas Khaled Beydoun.
Melalui Islam, para budak berjuang untuk mengangkat derajat sosialnya. Dalam catatan sejarah disebutkan, Yarrow Mamout (Muhammad Yaro) mengatur kebebasan untuk dirinya setelah menjadi budak selama 44 tahun. Sebagai entrepreneur dan pemilik rumah, dia terus menjalankan ibadahnya sebagai muslim. (Potret tahun 1819 milik Museum Seni Philadelphia)
Selama masa sebelum perang di selatan, muslim mengambil identitas yang sangat berbeda dari stereotip seorang budak Afrika.”Ketika orang berpikir tentang seorang muslim pada waktu itu, mereka berpikir Arab, mereka berpikir Ottoman, mereka berpikir Timur Tengah. Orang-orang Afrika yang dijadikan budak tersebut tidak cocok dengan karikatur atau bentuk etnis rasial itu,” kata Beydoun.
Pemahaman yang sempit antara muslim dan Afrika ini menyebabkan keyakinan luas bahwa kedua identitas tidak bisa tumpang tindih dan membantu mempercepat penghapusan budak muslim Afrika dari catatan sejarah. Selain itu, nama-nama muslim yang diperbudak sering kali dihinggapi, yang semakin mengaburkan mereka dari sejarah.
Karena Islam Mereka Berjuang
Muslim yang menjadi budak di Amerika meninggalkan catatan tertulis menantang gagasan bahwa pria dan wanita yang diperbudak adalah tenaga kerja kasar yang hanya mampu melakukan pekerjaan fisik. Karena mereka tidak memiliki kapasitas intelektual yang akan membuat mereka pantas mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan.
Mereka adalah orang-orang yang pada dasarnya tidak mampu mengisahkan hidupnya ke dalam sebuah tulisan. Tetapi juga dalam hal pandangan mereka menantang asumsi rasis tentang orang-orang keturunan Afrika.
Apa yang kita ketahui tentang masa perbudakan muslim Afrika yang tidak meninggalkan catatan tertulis, dapat dikumpulkan dari ingatan keturunan mereka dan nama-nama mereka yang tercantum pada nota penjualan atau pengumuman ‘budak yang melarikan diri’.
Baca Juga: Mohammad Natsir, Pendiri Bangsa yang Berguru pada Allah
Bukan menulis ayat-ayat kitab suci seperti yang dipikir para penculiknya, beberapa budak muslim menuliskan catatan yang dibuat mirip ayat-ayat Alquran yang isinya mengutuk perbudakan. (Courtesy Museum Nasional Sejarah Amerika Afrika / Arsip Negara dari North Carolina)
Tinggalkan Jejak pada Budaya Amerika
Sementara keberadaan sejumlah besar budak muslim Afrika mungkin tidak diketahui oleh kebanyakan orang Amerika. Mereka diyakini telah meninggalkan jejak mereka pada budaya Amerika.
Penulis dan cendekiawan Sylviane Diouf telah menyiratkan bahwa lagu kerja para budak, ada keterkaitannya dengan pola lafal pembacaan Alquran dan panggilan untuk berdoa (adzan). Lagu-lagu seperti “Levee Camp Holler”, lagu berusia seabad yang berasal dari Mississippi, akhirnya melahirkan aliran musik blues.
Dan Zaheer mengatakan bahwa mungkin alat musik banjo dan gitar berasal dari instrumen tradisional Afrika Barat. Diperkirakan warisan budak Muslim yang paling abadi adalah gerakan modern di antara beberapa orang Afrika-Amerika, untuk memeluk apa yang mereka yakini sebagai agama asli rakyat mereka.
“Gerakan menuju Islam di komunitas Afrika-Amerika pada abad ke-20, sebagian dipahami oleh para penganutnya sebagai reklamasi warisan yang hilang, bahwa ini bukan agama baru,” kata Zaheer.
“Islam bukanlah hal baru di Amerika Serikat. Agama (Islam) itu ada di sini sebelum negara ini didirikan, agama Islam hadir di antara orang-orang yang membantu membangun negara ini, dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kisah Amerika.”
Dimulai dengan periode perbudakan Amerika sampai hari ini, Muslim kulit hitam kini tetap menjadi bagian terbesar dari komunitas Muslim di Amerika Serikat.