Jakarta, Etnis.id – Kupikir Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), akan dengan cerkas untuk membenahi cara penyelesaian kasus Audrey. Akibat banyaknya respons tentang kasus itu, ternyata ia bikin gerakan tambahan yang menimbulkan masalah baru.
Lewat akun twitternya, ia malah mendukung pelaporan seorang penyebar berita yang menyebut Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, sudah atur damai dalam kasus Audrey.
Patut diketahui, KPPAD Kalbar sebelumnya melaporkan akun twitter seorang penyebar kabar celakanya Audrey. Apa gunanya melaporkan penyebar informasinya? Kill the messenger atau membunuh pembawa beritanya?
Langkah ini bukannya membuat tenang gejolak masyarakat yang sudah diaduk emosinya dengan pernyataan damai KPPAD Kalbar, melainkan makin memperkeruh suasana. Masyarakat terpecah konsentrasinya dan menyerang alat negara itu karena sikapnya.
Hal ini mengingatkanku pada sebuah film layar lebar yang tayang pada tahun 2014, yang judulnya Kill The Messenger. Film ini bercerita soal jurnalis yang diburu karena informasinya. Alih-alih membantah info yang ia tulis, malah penulisnya yang diteror habis-habisan.
Akun twitter @ZianaFazura juga yang membantu menyebarkan hashtag #JusticeForAudrey sudah bertindak dengan benar jika ingin mengacu pada kabar jurnalisme yang benar-benar ia simak dan dalami lebih dulu sebelum kabar tersebut disebar.
Kupikir ia bukan seseorang yang tampak tolol dengan menyebar hoaks di atas penderitaan seorang dari kaumnya sendiri, Audrey, yang sedang terkapar lemah di rumah sakit. Ziana bukan para politisi yang terus menyemburkan kabar bohong atau kabar yang seolah-olah benar.
Belakangan, ia dilaporkan polisi. Alat negara melawan penyebar kabar soal Audrey. Kurang hebat apalagi dan berkuasanya mereka dengan menekan rakyatnya yang berdiri sendiri? Bukannya mengangkat saja bantahan yang ia tuduhkan, jika ia benar.
Landasan hukumnya sudah matang benar sebelum menyebar. Itu makanya, barangkali, LBH Ansor mau menemani Ziana melakukan pembelaan atas apa yang sudah ia sebar. Ia berdiri melawan laporan tersebut.
Lebih jauh berbicara soal membunuh pembawa kabar dan tidak membantah sebuah kabar, dalam film yang sudah kuytuliskan di atas, seorang wartawan San Jose Mercury News, Gary Webb (Jeremy Renner) mendapat sebuah bukti berupa dokumen asli transaksi perdagangan narkoba oleh pejabat pemerintah Amerika.
Kukisahkan sederhana saja, seorang wartawan San Jose Mercury News, Gary Webb yang diperankan Jeremy Renner, awalnya mendapat sebuah bukti berupa dokumen asli transaksi perdagangan narkoba oleh pejabat pemerintah Amerika.
Kasus itu menyeret pihak CIA. Dengan data tersebut, Webb melakukan sejumlah wawancara yang mungkin terlibat dan mengetahui rahasia pemerintah. Webb berhasil, ia mendapatkan beberapa wawancara, Webb mengeluarkan artikelnya yang berujung kontroversi.
Sejak kejadian tersebut, Webb menjadi terganggu dengan para pesaing beritanya bahkan dengan pihak CIA. Meski begitu, Webb didapuk sebagai wartawan terbaik tahun itu. Ia seorang pembawa kabar yang baik.
Webb yang menyinggung alat negara seperti CIA, awalnya tak ingin terlihat panik dengan berita Webb. Ia bahkan menanggapinya lewat pimpinan CIA sendiri, dengan menyangkal artikel yang dibuat Gary Webb.
Setelah penyangkalan tersebut, kehidupan Webb yang awalnya dipuji berbagai pihak dan diganjar penghargaan berubah 180 derajat. Kini Webb diincar oleh berbagai pihak, diintimidasi dan diancam.
Tidak hanya itu, para narasumber yang belakangan ia wawancarai, membantah apa yang telah ia katakan pada Webb. Para kawan Webb dan editornya lalu menyangka bahwa artikel Webb adalah sebuah karangan yang tidak berdasar. Intinya, setelah itu, kenyamanan serta keselamatan Webb untuk hidup dan berkarya kemudian terancam.
Ziana memang bukanlah seorang jurnalis yang diberikan kartu pers selaiknya bagaimana perusahaan media memberi perlindungan dan negara melindungi soal kebebasannya menulis.
Ziana adalah seorang masyarakat biasa. Namun bukan berarti ia tidak boleh dibela dan dilepaskan begitu saja. Ia menulis sesuai kabar yang bersumber dari media kredibel.
Jika memang KPPAD tak suka dan keberatan, mengapa tidak somasi seluruh media yang menyebarkan video dan tanggapan soal damai itu? Ziana mengambil sumber dari situ, kok.
Soal kata damai itu, belakangan sudah disampaikan secara terbuka lewat video. Katanya, pihak KPPAD Kalbar, ingin mendampingi keduanya. Ia berusaha agar kasus ini tidak sampai masuk dalam ranah kepolisian.
Jika tak masuk dalam ranah kepolisian, siapa yang akan mengelola kasusnya secara hukum? Apa hukuman yang jelas bagi 12 pelaku siswi SMA yang merisak dan merusak Audrey yang masih berumur 14 tahun itu? Dalam hukum kita, mereka terancam pidana. Itu kekerasan yang terstruktur.
Jika selalu saja ada kata mediasi, kapan bangsa ini mau belajar dari kesalahannya? Tidak bisakah, sekali saja kita semua keras pada pelaku kekerasan? Jika tidak bisa, lalu buat apa ada penjara anak, jika semua masalah kekerasan tak dibawa ke ranah kepolisian?
“Kami tidak ada menyarankan untuk damai. Yang salah tetap salah, diproses sesuai aturan hukum,” kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, dikutip Detik pada Selasa (9/4/2019). Ia membantah kabar dalam video yang telanjur beredar luas.
KPPAD Kalbar menurutnya tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung. Eka mengatakan, keluarga korban A hingga saat ini tetap ingin menempuh jalur hukum.
Eka menegaskan, sikap KPPAD adalah terus mendampingi korban dan tidak ada mengintervensi kasus. Saat mengetahui sempat ada mediasi korban dan pelaku, KPPAD tidak sepakat.
“Kami hadir untuk mendampingi korban. Setelah diketahui seperti ini, tidak bisa, tidak bisa jalurnya begini. Harus beri efek pembinaan dan jera kepada pelaku,” tegas Eka.
Baca lanjutan esaiku soal Audrey di sini.