Lontar.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan pemenuhan dan perlindungan hak perempuan korban kekerasan dalam hal ini Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan.
Melalui keterangan pers Kementerian PPPA, Senin, 31 Januari 2022, disampaikan, perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan kepada DA 22 tahun ini adalah sebagai bentuk Pemerintah Indonesia melindungi kepentingan warga negara sesusai ketentuan Pasal 1 UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa menuturkan terdapat indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan dengan proses perekrutan oleh agen biro perjodohan yang dialami oleh WNI di Beijing.
“Korban dijanjikan akan mendapatkan kesejahteraan secara ekonomi apabila menikah dengan WN Tiongkok, yang sesungguhnya tidak pernah didapat sama sekali oleh korban dan ada dugaan korban juga mengalami eksploitasi dan kekerasan,” tuturnya.
“Saat ini, masih diperlukan pendalaman lebih lanjut apakah proses perkawinan yang dilakukan antara korban dan pelaku terjadi penipuan atau pemalsuan dan apakah agen biro perjodohan menerima pembayaran yang diberikan oleh pemesan,” jelas Margareth.
Sebelumnya dilaporkan, korban DA melaporkan apa yang dialaminya ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing dan meminta bantuan untuk bisa dipulangkan ke Indonesia.
Margareth mengatakan setelah melalui proses assessment oleh KBRI Beijing, DA berhasil dipulangkan ke Indonesia dengan selamat dan mendapatkan pendampingan lebih lanjut.
“Korban tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada 28 Januari 2022. Korban disambut oleh Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri dan Keasdepan Perlindungan Perempuan dari Korban Kekerasan KemenPPPA.”
Selanjutnya Korban melakukan karantina di Rumah Susun Pasar Rumput Pasar Rumput sebelum Korban didampingi oleh KemenPPPA untuk kembali bertemu kepada keluarga di P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.
“Kami akan pastikan kondisi korban menadapatkan haknya atas perlindungan sampai dengan kembali ke keluarganya,” ujar Margareth.
Margareth menerangkan dalam kasus pengantin pesanan, biasanya tujuan dilangsungkan pernikahan adalah untuk menghasilkan keturunan bagi pemesan.
Perlu assessment lebih lanjut apakah korban dipekerjakan di Beijing di tempat milik Pelaku atau keluarganya, hal ini untuk mengetahui apakah terdapat indikasi korban dipekerjakan dengan bayaran murah atau justru tidak dibayar sama sekali dengan dalil membantu usaha suami.
“Dalam kasus ini, KemenPPPA menjalankan fungsinya sebagai Layanan rujukan akhir sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dengan memberikan penjangkauan dan pendampingan kepada korban sesuai kebutuhan korban dengan syarat dan ketentuan yang berlaku,” ujar Margareth.
Ke depannya, lanjut dia, perlu ada edukasi kepada masyarakat terkait maraknya pengantin pesanan yang mengiming-imingi dengan mendapatkan kesejahteraan dan mendapatkan uang.
Pemerintah khususnya KemenPPPA terus berupaya memperbaiki sistem pencegahan agar kasus pengantin pesanan tidak terulang dan bertambah lagi, artinya ketika perempuan berniat menikah maka pertama luruskan niat.
“Pastikan sudah mengenal calon pasangan yang akan dinikahi, ketika sudah memahami siapa calon pasangan yang akan dinikahi, kondisi nyatanya seperti apa, ini akan mengurangi kasus penipuan bermodus pengantin pesanan sehingga masyarakat yang terperdaya dengan janji seseorang maupun agen dan tidak terjadi lagi Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan modus Pengantin Pesanan.”