Indah Anggoro Putri menjelaskan pelecehan dapat didasarkan atas faktor-faktor seperti diskriminasi ras, gender, budaya, usia, orientasi seksual, dan preferensi agama.
Secara umum, ada tiga bentuk pelecehan seksual yakni pelecehan fisik (ciuman atau sentuhan), pelecehan verbal (komentar, lelucon bersifat ofensif, hinaan personal, ungkapan menghina) dan pelecehan non-verbal/visual (mendelilk, mengerling, bersiual maupun perilaku mengancam).
“Kiranya kita perlu mengetahui faktor-faktor pelecehan seksual tersebut dan seharusnya kita dapat terus mencegah. Sekali lagi, jika hal itu tidak dilakukan, bukan tidak mungkin akan terjadi kekerasan di tempat kerja dan membuat disharmoni di lingkungan Kemnaker,” katanya.
Indah Anggoro Putri menambahkan hingga saat ini, Pemerintah terus melakukan review, kajian, penguatan dan mengeluarkan kebijakan maupun program baru dalam penanganan kekerasan dan mencegah pelecehan di tempat kerja. Misalnya mereviu SE Menakertrans SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dan Pedoman tentang Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.
Beberapa butir yang dimaksud dalam SE SE.03/MEN/IV/2011yang patut diperhatikan yakni memperbaharui panduan Equal Employment Opportunity (EEO); mendorong setiap perusahaan/satker terus berkomitmen terhadap pencegahan pelecehan dan kekerasan di tempat kerja. Termasuk memasukkan ketentuan mengenai pencegahan kekerasan dan pelecehan sebagai salah satu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PP/PKB);
“Berikutnya, mensosialisasikan pedoman melalui Forum kerja sama sama Bipartit maupun forum kerja sama Tripartit; dan terakhir memberikan pelatihan khusus bagi pemangku/stakeholder yang relevan dalam mengidentifikasi masalah di tempat kerja dan mengembangkan strategi dalam melakukan pencegahan,” katanya.