Lontar.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menandatangani Nota Kesepahaman dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Dilansir laman resmi Kemenkeu, ruang lingkup perjanjian kerja sama ini meliputi pertukaran data dan/atau informasi, asistensi penanganan perkara dan pembentukan satuan tugas, pelaksanaan audit, perumusan produk hukum, penelitian atau riset, sosialisasi, penugasan pegawai dan pengembangan sumber daya manusia, pengembangan sistem atau teknologi informasi.
“Betapa pentingnya Nota Kesepahaman ini yang tidak saja diharapkan akan memperlancar kerja sama antara Kementerian Keuangan dengan PPATK, namun juga diharapkan menjadi point yang sangat penting di dalam mendukung keanggotaan Indonesia di dalam organisasi FATF,” kata Menkeu, Sri Mulyani.
Kerja sama ini menjadi batu loncatan dalam upaya persiapan menghadapi Mutual Evaluation Review (MER) oleh Financial Action Task Force (FATF). MER FATF sendiri akan menjadi bahan pertimbangan utama bagi FATF dalam menentukan kesiapan dan komitmen Indonesia menjadi anggota penuh FATF. Sejak tahun 2016, Indonesia telah berupaya untuk menjadi anggota penuh FATF dan pada bulan Juni tahun 2019, Indonesia menjadi observer FATF.
FATF merupakan suatu forum kerja sama antar negara yang bertujuan menetapkan standar global rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional. Dengan menjadi anggota FATF, maka Indonesia dapat meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, yang bermuara pada meningkatnya confidence dan trust dalam bisnis internasional dan iklim investasi.
Sebagai langkah upaya pencegahan TPPU dan TPPT, Indonesia telah membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang pada 2012 berdasarkan Perpres No. 6 Tahun 2012 sebagai telah diubah dengan Perpres No. 117 Tahun 2016 dimana Kemenkeu dan PPATK merupakan anggota dari Komite tersebut.
Komite tersebut telah mencanangkan Rencana Aksi Strategi Nasional TPPU-TPPT periode tahun 2020-2024. Stranas ini terdiri atas lima strategi, yaitu: (i) meningkatkan kemampuan sektor privat untuk mendeteksi indikasi atau potensi TPPU, TPPT, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal dengan memperhatikan penilaian risiko; (ii) meningkatkan upaya pencegahan terjadinya TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko; (iii) meningkatkan upaya pemberantasan terjadinya TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko; dan (iv) mengoptimalkan asset recovery dengan memperhatikan penilaian risiko.
Sementara, Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, berharap agar Nota Kesepahaman ini dapat direalisasikan dengan lebih cair, cepat, dan menjaga aspek kerahasiaan terkait pembangunan sistem atau platform pertukaran informasi antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Pajak dan PPATK.