Tuesday, May 20, 2025
Jaringan :   Cermis.id   Etnis.id
Lontar.id
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • RagamHiburan
  • KolomOpini
No Result
View All Result
Lontar.id
Home Esai

Kesaktian Orang Berhaji Zaman Dahulu. Apa Kabar Sekarang?

Oleh Ais Aljumah
29 January 2019
in Esai
Menelusuri Perjalanan Haji di Nusantara dari Masa Ke Masa

Jemaah haji. Sumber Foto: Al Ghazali/Lontar.id (Ilustrasi)

275
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Lontar.id – Tren berhaji orang-orang Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Haji yang dulunya identik dengan orang tua, kini menyasar generasi milenial. Itu membuktikan jika praktik berhaji semakin mudah dilakukan.

Lonjakan jumlah jamaah haji di Indonesia dimulai pada awal abad 20. Tika Ramadhini, seorang mahasiswi doctoral di Zentrum Moderner Orient, Berlin yang sedang melakukan riset tentang perempuan dan haji pada masa kolonial mengatakan jika sejak adanya ide Snouck Hurgronje yang tidak lagi membatasi jumlah orang yang berangkat haji seperti ordonansi sebelumnya membawa perubahan yang besar.

“Ide Snouck untuk melihat praktik ibadah sebagai murni ibadah bukan selalu muatan politis diterapkan di pengorganisasian haji walaupun kontrol dan fungsi pengawasan di konsulat Jedah juga terus berjalan.” Ungkap Tika kepada Lontar.id.

Menurutnya, konsulat Jedah selalu membuat laporan setiap tahunnya tentang kodisi jamaah haji di sana, termasuk juga laporan dalam tema-tema khusus. Seperti keadaan pelajar di Makkah .

Aktivitas-aktivitas yang dianggap mencurigakan serta jumlah orang dari nusantara tidak pernah luput dari pantauan. Kontrol terhadap jamaah haji menjadi pekerjaan khusus bagi pemerintah Hindia Belanda waktu itu. Pihaknya khawatir jika muncul jamaah haji yang politis dan bisa membangkitkan nasionalisme seperti orang yang berhaji sebelumnya.

Sejak saat itu, jumlah orang yang ingin berhaji meningkat gila-gilaan. Aturan yang dibuat Snouck agaknya berhasil dan memberikan pengaruh sampai hari ini, sampai kemerdekaan Indonesia telah dikantongi.

Baca Juga: Menelusuri Perjalanan Haji di Nusantara dari Masa Ke Masa

Demi menertibkan para calon jamaah haji kelak di Arab Saudi, pemerintah pun membuat regulasi baru dengan tidak memberikan izin semua calon jamaah haji yang telah membayar tahun itu, dengan kata lain ada yang disebut dafar tunggu.

Orang-orang rela menunggu 5 tahun bahkan sampai 20 tahun agar bisa menginjakkan kaki di tanah suci, Makkah. Memang, kesakralan tempat itu sebagai tempat beribadah dan menemukan “jalan ilahi” sangat kuat, terutama bagi orang-orang Indonesia.

Menurut Tika, ada beberapa hal memang yang membuat jumlah jamaah berkurang, walapun trennya masih meningkat. Misalnya pada tahun 1915-1916, pemerintah Indonesia tidak menganjurkan rakyatnya berangkat karena sedang terjadi perang di Saudi.

Ada hipotesis menarik yang diberikan oleh Tika mengenai peningkatan jumlah jamaah haji sampai hari ini. Menurutnya fenomena berhaji yang semakin mudah dilakukan sebenarnya membuat ibadah haji menjadi kurang sakral.

“Peningkatan jumlah jamaah ini juga sebenarnya dianggap membantu membuat gelar haji atau orang-orang yang kembali dari ibadah haji jadi less mystical, less powerful. Karena sekarang lebih mudah dan lebih banyak orang bisa pergi haji dibanding dulu yang bikin mereka dianggap punya power lebih atau sakti balik ke tanah air,” tandasnya.

Perubahan peristiwa berhaji orang-orang dulu dan sekarang sangat besar dan secara langsung memengaruhi budaya masyarakat Indonesia. Berhaji pada waktu lampau memerlukan energi dan persiapan yang besar. Orang-orang harus rela menempuh perjalanan berbulan-bulan di atas kapal. Karena pengorbanan yang besar, banyak yang ke tanah suci tidak sekadar memiliki maksud berhaji, tapi karena ingin menuntut ilmu atau meninggal di tanah suci.

Alasan-alasan tersebut yang membuat orang-orang dulu sepulang berhaji mejadi sakti. Beberapa perang melawan Belanda banyak digaungkan oleh mereka yang telah dari beribadah haji. Hari ini, alih-alih menjadikan haji sebagai lahan ibadah, dana haji justru dikorupsi.

Share114Tweet67Share27SendShare
ADVERTISEMENT
Previous Post

Murid 6 SD Diperkosa: Masihkah Kita Menyalahkan Pakaian Seksi?

Next Post

Bela Said Aqil, IPNU: Pernyataannya Tidak Mencaci Maki

Related Posts

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target
Esai

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target

by Dumaz Artadi
3 February 2021

Lontar.id - Pembangunan tempat pemakaman umum (TPU) untuk jenazah pasien positif Covid-19 di Rorotan, Jakarta Utara, tidak sesuai target yang...

Read more
Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

21 April 2020
Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

9 February 2020

Gugatan Terhadap Penggunaan Istilah Animisme untuk Menyebut Kepercayaan Nenek Moyang

6 February 2020
Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

4 February 2020
YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

29 January 2020
Lontar.id

PT. Lontar Media Nusantara

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

No Result
View All Result
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • KolomOpini
  • RagamHiburan
  •  Etnis.idwarta identitas bangsa
  •  Cermis.idaktual dalam ingatan

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In