Lontar.id – Ini hari kedua saya berada di Wina, Ibu Kota Austria. Kota ini berpredikat kota dengan kualitas hidup terbaik di dunia. Indikatornya adalah: keamanan terjamin dengan tingkat kriminalitas hampir nihil.
Saya hampir tidak melihat polisi berseragam, lalulalang. Pendidikan dan kesehatannya baik. Kualitas perumahan publik bersubsidi juga baik. Transportasi publiknya prima.
Untuk transportasi publik, saya rasakan sendiri. Dengan tiket €8 (Rp 128.000) saya bisa menggunakan transport bus kota, trem, dan subway ke mana saja selama 24 jam.
Pendek kata, rakyatnya sejahtera dengan tingkat kemakmuran tinggi. Pendapatan per kapitanya (2015) $47.031. Tingkat ketimpangannya rendah dengan angka gini rasio 26.3.
Apa rahasia negara Austria yang miskin sumber daya alam bahkan tidak memiliki wilayah laut, bisa makmur dan sejahtera? Dari berbagai sumber dapat diketahui, kuncinya adalah kejujuran.
Semua warganya, dari kecil diajarkan untuk jujur. Hanya bangsa yang menjunjung nilai-nilai kejujuran yang bisa jadi bangsa yang bermartabat. Dan hanya bangsa bermartabat yang bisa jadi bangsa sejahtera.
Itu sebabnya pelajaran utama di sekolah dalam semua tingkatan adalah menanamkan nilai-nilai kejujuran. Pintar memang penting, tetapi kepintaran tanpa kejujuran dapat berujung malapetaka.
Lantas apa hubungannya dengan Nixon yang mantan presiden AS? Nama lengkapnya Richard Milhous Nixon. Presiden AS ke-37 (1969-1974). Sebelumnya, sebagai wakil presiden mendampingi Eisenhower (1953-1961).
Tahun 1960 Nixon dicalonkan oleh Partai Republik maju bertarung dalam pilpres berhadapan dengan John F. Kennedy dari Partai Demokrat. Nixon kalah.
Tahun 1962 Nixon kembali kalah dalam pilgub California. Kekalahan beruntun ini membuat Nixon memutuskan mundur dari panggung politik. Namun ternyata libido politiknya tidak benar-benar terkubur.
Tahun 1968, Nixon kembali bertarung di pilpres. Kali ini dia menang dan menjadi presiden AS ke-37 setelah mengalahkan calon petahana Lyndon B. Johnson.
Tahun 1973 Nixon terpilih lagi untuk masa jabatan kedua setelah mengalahkan Hubert H. Humphrey. Namun setahun kemudian, dia mundur karena ketahuan menang dengan curang. Tidak jujur. Dia terbukti memasang alat sadap di markas pemenangan Partai Demokrat di Hotel Watergate.
Kasus ini kemudian dikenal sebagai skandal Watergate. Dan menjadi skandal politik terburuk sepanjang sejarah Amerika. Rakyat Amerika memiliki standar moral dan etika politik yang tinggi. Mereka menempatkan kejujuran sebagai dasar utama dalam berpolitik.
Ulah culas Nixon membuat mereka serentak marah. Tidak terkecuali anggota Partai Republik, partainya sendiri yang ada di Congress. Nixon juga gagal mempengaruhi FBI untuk menghentikan penyelidikan skandal tersebut. Mereka semua tidak mau dipimpin oleh orang tidak jujur.
Sebagai manusia biasa, pemimpin boleh keliru. Tapi tidak boleh culas. Dia harus jujur. Dan kejujuran harus dimulai dari proses menjadi pemimpin. Dia tidak boleh menghalalkan segala cara untuk jadi pemimpin.
Nixon terbukti culas. Dia tidak jujur dalam meraih kemenangan. Karena itu, dengan suara bulat, Congress bersepakat mencabut mandat Nixon. Dia harus di-impeach.
Nixon sadar. Dia tidak mau namanya tercatat dalam sejarah Amerika, sebagai presiden pertama yang dipecat karena menang dengan tidak jujur.
Menghindari catatan kelam itu, Nixon terpaksa mengundurkan diri. Kesimpulannya, kejujuran adalah kunci dari kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Luthfi A Mutty, Anggota DPR Ri Fraksi Nasdem asal Sulawesi Selatan