Makassar, Lontar.id – Kejahatan pencurian disertai dengan kekerasan atau biasa disebut dengan begal kian tak pernah habis dan jadi momok di kehidupan masyarakat. Pencurian ini biasanya dilakukan dengan cara membuntuti, menghadang, merampas barang milik korban bahkan tidak segan-segan melakukan tindakkan kekerasan yang membuat korban terluka hingga mengalami kematian.
Begal merupakan bahasa yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat, kalau melihat di kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) sebagai lex ganarale. Kita tidak akan menemukan definisi tentang tindak pidana pembegalan, namun istilah begal sudah tak lazim lagi di telinga kita semua.
Kejahatan begal ini ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa. Melainkan, kejahatan begal ini juga telah banyak dilakukan oleh anak dibawah umur bahkan berstatus sebagai pelajar. Mereka biasanya hidup secara berkelompok dan melakukan pembegalan yang tak tanggung-tanggung melukai para korbannya dengan senjata tajam (sajam).
Fenomena anak dibawah umur yang telah mahir jadi pelaku begal sadis ini nampaknya cukup banyak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dalam catatan kepolisian, Polrestabes Makassar, kurung waktu satu bulan lebih (bulan puasa), pihaknya telah meringkus 60 orang anak dibawah umur yang terlibat dalam aksi kejahatan pencurian dengan kekerasan (curas) atau biasa disebut dengan begal.
“Total ada 60 orang dan anak dibawa umur rata-rata adalah tersangka curas,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, AKBP Indratmoko, Selasa (18/6/2019) sore.
Anak dibawah umur yang terlibat dalam kejahatan pencurian dengan kekerasan di kota Makassar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Olehnya, pihak aparat kepolisian menjadikan hal tersebut atensi agar tak ada lagi kejahatan jalanan yang melibatkan anak-anak. Dan hal itu juga jadi perhatian khusus karena terkait dengan sistem peradilan anak, polisi masih memperlakukan anak sebagai mana ketentuan yang diatur oleh UU Perlindungan Anak.
“Itu menjadi perhatian kita bersama. Karna anak dibawa umur yang berurusan dengan hukum, maka kita gunakan sistem peradilan anak sebagaimana ketentuan yang diatur oleh undang-undang,” ungkapnya.
Sedikit bercerita tentang kejahatan begal yang melibatkan anak dibawah umur di Kota Makassar, Sulsel. Baru-baru ini, Tim Jatanras Polrestabes Makassar berhasil mengungkap komplotan begal lintas Kabupaten di Sulsel dan dari sembilan pelaku, delapan diantaranya anak yang masih dibawah umur. Mereka melakukan kejahatan begal di dua kabupaten, yakni Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Setiap beraksi, komplotan begal ini terbilang sadis karena tak segan-segan melukai korbannya.
“Dari sembilan tersangka, delapan orang diantaranya masih berusia dibawah umur. Komplotan begal ini telah melakukan pembegalan handphone yang menyebabkan korban seorang ibu-ibu mengalami patah tulang,” terangnya.
Tak hanya itu, dari catatan kriminalnya, komplotan begal ini telah beraksi sebanyak 21 lokasi (TKP) sepanjang akhir 2018 hingga Mei 2019. Dan berdasarkan laporan polisi di Kota Makassar dan Maros, sudah terdapat 12 LP. Artinya, aksi anak dibawah umur ini sudah kelewatan batas dalam melakukan kejahatan pencurian atau begal.
Dalam setiap menjalankan aksinya, biasanya para pelaku ini terlebih dahulu mengkonsumsi obat- obatan terlarang atau narkotika jenis sabu. Hal itu dilakukan biasanya agar mereka tak pernah takut dan tak segan-segan melukai korbannya. Selanjutnya, dari hasil kejahatannya pula, mereka gunakan untuk berfoya-foya seperti minum- minuman alkohol hingga pesta narkoba.
“Mereka minum obat-obatan atau narkoba. Dan saat diamankan juga kita dapat satu sachet kosong sisa sabu, beberapa butir obat-obatan serta senjata tajam (sajam),” pungkasnya.
Untuk mengatasi masalah ini (anak dibawah umur jadi pelaku begal), Polisi menyebut bahwa pihaknya saat ini intens melakukan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar serta Dinas Sosial. Kemudian, para tersangka yang berusia di bawah umur ini juga tetap akan mendapatkan perlakukan khusus sesuai dengan ketentuan sistem peradilan anak.
Penulis: Lodi Aprianto