Lontar.id — Kekaisaran Jepang kembali berganti. Akihito resmi turun tahta pada usia 85 tahun setalah tiga dekade memimpin. Tahta diwariskan kepada sang putra, Naruhito.
Naruhito akan meneruskan jejak ayahnya. Di Jepang posisi kaisar begitulah penting. Lebih dari sekadar raja, sebab diyakini darah biru yang mengalir memiliki hubungan langsung dari sang dewa matahari atau amaterasu.
Tak ayal proses pergantian kaisar begitu sakral di Jepang. Libur nasional sepuluh hari pun diberlakukan. Seluruh stasiun televisi juga menanyangkan proses turun tahta secara live.
Dikutip dari CNN, dalam pernyataan terakhirnya sebagai kaisar, Akihito berharap Naruhito bisa membuat Jepang makin makmur.
“Dengan ini, saya menyatakan tugas saya berakhir dan era baru yakni era Reiwa dimulai. Kita akan menghadapi hari yang baru. Kami berharap kekaisaran baru bisa terus membawa Jepang sebagai bangsa yang makmur dan bersama-sama menciptakan dunia yang damai bersama bangsa lainnya,” tutur Akihito dalam pidato terakhirnya di Istana Kekaisaran Matsu no Ma, Selasa, (30/4/2019).
Sejumlah keluarga kekaisaran dan petinggi negara turut hadir dalam upacara tersebut. Mewakili rakyat Jepang, Perdana Menteri Shinzo Abe juga turut menyampaikan pernyataan terakhir bagi Kaisar Akihito dalam prosesi turun takhta tersebut.
Berdoa kepada Dewa Matahari
Dewa Matahari tempat Akihito bermunajat. Sebelum turun tahta dia berdoa di kuil Shinto. Dewa Matahari atau Amaterasu Omikami bagi kekaisaran di Jepang begitu penting. Dalam catatan sejarah, Kamuyamato Iwarebiko yang menjadi kaisar pertama diyakini merupakan titisan langsung dari sang Amaterasu. Dia memimpin dalam kurun waktu pada 660 SM. Garis keturunan itu pun dijaga hingga kini.
Akihito terlihat mengenakan jubah kebesaran tradisional Kekaisaran Jepang dengan penutup kepala warna hitam. Dia berjalan perlahan ke dalam kuil sambil membawa pedang pusaka. Pangeran Naruhito juga terlihat melakukan hal yang sama.