Banyak Perempuan Korban Kekerasan yang Enggan Melapor
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengkhawatirkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi Covid-19 meningkat namun tidak terlaporkan.
Layanan pengaduan dan penanganan yang tidak berjalan dengan baik mengakibatkan korban sulit mengakses layanan di daerahnya. Oleh karena itu, Kemen PPPA berupaya melakukan layanan dengan sistem jemput bola.
“Dengan kondisi di masa pandemi Covid-19 dimana layanan pengaduan dan penanganan tidak berjalan dengan baik akibatnya korban sulit mengakses layanan di daerahnya. Hal ini yang harus kami antisipasi agar layanan melakukan jemput bola. Di satu sisi di masyarakat masih ada budaya takut untuk melaporkan kasus apalagi jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat atau keluarga,” ujar Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Priyadi Santoso, melalui keterangan tertulis, Kamis, 27 Agustus 2020.
Di samping terbatasnya layanan yang ada, budaya masyarakat yang takut untuk melapor juga jadi penyebab terutama jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat atau keluarga.
Berdasarkan data Simfoni PPA periode 1 Januari-21 Agustus 2020 terkait kekerasan terhadap perempuan dewasa, terdapat 3605 kasus dengan jumlah korban 3649. Sedangkan terkait kekerasan anak di periode yang sama menunjukkan bahwa terdapat 4.859 kasus kekerasan pada anak dengan 5.048 korban anak, di antaranya 1286 adalah korban kekerasan fisik, 1229 korban kekerasan psikis, dan 2997 korban kekerasan seksual, sisanya adalah korban kekerasan eksploitasi, TPPO, Penelantaran, dan lainnya.
Penulis Film Tilik Analogikan Menulis dengan Kliping
Penulis skenario film Tilik, Bagus Sumartono, menjelaskan bahwa menulis naskah cerita bukan merupakan hal yang mudah.
Ada banyak tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan rangkaian cerita yang detail, unik dan menarik. Proses pengumpulan bahan penulisan itu disebutnya seperti mengkliping beragam kejadian.
“Kalau saya memandang proses menulis kayak orang bikin kliping, kalau makin banyak yang kita kliping perspektif kita makin utuh terhadap satu obyek,” jelasnya saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu, 26 Agustus 2020.
Saat akan bercerita tentang pasar, misalnya, kata dia tidak cukup hanya melihat tentang pasarnya saja. Agar cerita menjadi lebih detail dan hidup, d harus memasukkan unsur-unsur pendukung.
Misalnya kegiatan pedagang, buruh gendong, tukang parkir, proses tawar menawar barang, dan segala yang terjadi di dalam pasar, bahkan kejadian-kejadian di sekitar pasar.
“Misalnya kita mau cerita tentang pasar, kan yang dikliping itu bukan pasarnya saja, tapi barang dagangannya, kondisi pasar, apa saja yang ada di pasar, dan lain-lain,” lanjutnya.
Untuk mengkliping segala kejadian yang dibutuhkan dalam penulisan, lanjut Bagus, dibutuhkan semacam survei lokasi.
Kemenkop UKM Perkuat Daya Saing KUMKM Magelang
Kementerian Koperasi dan UKM melakukan sejumlah kegiatan untuk meningkatkan daya saing pelaku KUMKM di destinasi pariwisata Kabupaten Magelang.
Kabupaten Magelang yang terkenal lewat Borobudur, telah ditetapkan pemerintah sebagai destinasi pariwisata super prioritas.
Sinergitas Kegiatan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah Sektor Pariwisata di Kabupaten Magelang tersebut dibuka oleh Asisten Deputi Pengembangan Investasi Usaha, Eviyanti Nasution mewakili Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Eddy Satriya, Kamis (27/8/2020).
“Kabupaten Magelang sebagai penggerak pariwisata dari tiga kota besar Jogja-Solo-Semarang atau biasa disingkat dengan Joglosemar, memiliki pelaku usaha yang kreatif,” kata dia melalui rilis tertulis.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 5,24%. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perkembangan yang signifikan pada dunia usaha di Kabupaten Magelang.
Menlu Tegaskan, Diplomasi Kedaulatan Sebagai Prioritas
Menlu RI kembali tegaskan Diplomasi Kedaulatan sebagai salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia, pernyataan ini disampaikan pada acara Apresiasi Tim Teknis Penanganan Penetapan Batas Maritim Indonesia Periode 2015-2019, Kamis, 27 Agustus 2020 di Jakarta.
Dalam sambutannya Menlu RI menyampaikan dua poin penting terkait upaya Pemerintah Indonesia dalam menuntaskan penetapan batas maritim, yaitu: Perundingan wajib mengedepankan cara-cara damai sebagai wujud komitmen Indonesia; Perundingan wajib mengedepankan norma dan prinsip hukum internasional, khususnya Konvensi PBB Tahun 1982 tentang Hukum Laut.
Diyakini, kepastian batas wilayah maritim akan mempercepat perwujudan tata kehidupan negara bertetangga yang baik dan damai, memberikan dasar dan kepastian hukum bagi pelaksanaan penegakan kedaulatan dan hukum, dan membuka peluang percepatan pembangunan nasional untuk kesejahteraan bagi semua.
Perundingan penetapan batas maritim sendiri merupakan persoalan yang sangat kompleks karena melibatkan aspek kedaulatan, hak berdaulat, politik, ekonomi, yuridis serta teknis. Perundingan merupakan suatu hal dilaksanakan dengan kehati-hatian, ketelitian dan pertimbangan mendalam karena berhubungan langsung dengan kedaulatan dan hak berdaulat yang harus dipertanggungjawabkan kepada Masyarakat Indonesia.