Menag Sebut Vaksinasi di Pesantren Strategis
Lontar.id – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyambut baik program vaksinasi di pesantren yang diinisiasi Kanwil Kemenag Jabar.
Menurut Menag, pesantren merupakan sebuah ekosistem. Selain kiai, ustadz, dan santri, tercakup didalamnya juga masyarakat sekitar pesantren.
“Jika vaksin diberikan ke pesantren, maka secara ekosistem juga akan terbantu,” terang Menag saat memberikan sambutan secara virtual pada kick off program vaksinasi di lingkungan pesantren, Sabtu, 14 Agustus 2021, seperti tertulis dalam rilis.
Kick off program yang mengusung tema “3 Juta Pesantren Jawa Barat Siap Divaksin” ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Hadir, Kakanwil Kemenag Jabar Adib, Polda Jabar, perwakilan Pangdam Jabar, serta Forkopimda. Acara ini diikuti secara virtual oleh pimpinan pesantren se-Jawa Barat.
Menag mengatakan, pemerintah menargetkan vaksinasi 2juta orang per hari sejak awal Agustus. Tanpa dukungan semua pihak, kata Menag, target ini mustahil dicapai.
“Saya mengajak kiai, santri, pesantren, serta tokoh agama, lembaga keagamaan, dan seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama sukseskan vaksinasi,” sebut Menag.
Sekain proaktif ikut vaksinasi, Menag berharap para tokoh agama ikut memberikan penjelasan ke masyarakat tentang maksud, tujuan, dan pentingnya vaksinasi. Sebab, sampai saat ini masih ada sebagian masyarakat yang menolak vaksin dengan berbagai alasan.
Konstruksi Bendungan Marangkayu Rampung 100 Persen
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merampungkan pembangunan Bendungan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Bendungan dengan kapasitas tampung 12,37 juta m3 ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres No. 109 Tahun 2020 untuk menambah jumlah tampungan air dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan air.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan potensi air di Indonesia cukup tinggi sebesar 2,7 triliun m3/tahun. Dari volume tersebut, air yang bisa dimanfaatkan sebesar 691 miliar m3/tahun, dengan sekitar 222 miliar m3/tahun dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti kebutuhan rumah tangga, peternakan, perikanan dan irigasi.
“Untuk itu dilaksanakan pembangunan bendungan yang diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya. Dengan demikian bendungan yang dibangun dengan biaya besar dapat bermanfaat karena airnya dipastikan mengalir sampai ke sawah-sawah milik petani,” kata Menteri Basuki.
Bendungan Marangkayu dibangun Balai Wilayah Sungai (BWS) BWS Kalimantan IV Samarinda, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR dengan memanfaatkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Marangkayu yang memiliki luas DAS sekitar 243 km2.
Bendungan ini diproyeksikan untuk pengembangan dan peningkatan Daerah Irigasi (DI) DI Marangkayu yang memiliki luas potensi lebih dari 3.000 ha dengan luas yang tergarap saat ini sekitar 1300 ha dengan sistem tadah hujan dan irigasi desa.
Konsep rencana pengembangan D.I. Marangkayu sesuai kondisi karakteristik daerah adalah dengan merencanakan sistem jaringan irigasi teknis dimana kebutuhan air irigasinya disuplai dari bendungan yang memanfaatkan aliran sungai Marangkayu, sehingga diharapkan meningkatkan jumlah masa panen dalam satu tahun.
Bendungan Marangkayu akan dimanfaatkan untuk mengaliri lahan irigasi seluas 1.500 Ha, sumber air baku 450 liter/detik, serta untuk pengendalian banjir dan potensi pariwisata. Biaya konstruksinya berasal dari APBN Rp 63,03 miliar dengan kontraktor pelaksana PT. Waskita Karya (persero) – PT. Brantas Abipraya untuk pembangunan spillway dan untuk tubuh bendungan menggunakan dana APBD Provinsi Kaltim dan dikerjakan oleh Dinas PU Provinsi Kaltim.
Bawaslu Ungkapkan Tantangan Pemilu Serentak 2024
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan tantangan penyelenggaraan Pemilu Serentak tahun 2024. Tantangan tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu pada Penyelenggaraa Pemilu Serentak 2024 yang diselenggarakan Bawaslu Kabupaten Bantul, Provinsi DI. Yogyakrta, Jumat, 13 Agustus 2021.
Bagja membagi tantangan Pemilu 2024 menjadi tiga hal yakni masalah makro, masalag teknis, dan masalah SDM ad hock. “Masalah makro adanya ketentuan dalam UU pemilu dan pilkada yang multitafsir membuat penyelenggara rentan dipersoalkan secara etik bahkan pidana. ini yang akhirnya ada yang ke DKPP dan pengadilan pidana,” kata Bagja, seperti tertulis dalam rilis.
Lalu, permasalahan teknis, pertama irisan tahapan antara pemilu dan pilkada. Kedua kesulitan akses jaringan teknologi informasi di berbagai daerah terutama wilayah Indonesia timur. Ketiga, kendala geografis di daerah yang terisolir, dan keempat yakni keterbatasan waktu rekapitulasi penghitungan suara dan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU).
“Misalnya dalam IT adjudikasi yang bersifat video conference agak sulit di Indonesia timur padahal pada saat pandemi seperti ini yang video conference bisa dilakukan,” jelas koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu itu.
Selanjutnya, lanjut Bagja, permasalahan SDM ad hoc yaitu kesulitan rekruitmen SDM adhoc dan kapasitas SDM adhoc dalam melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pungut hitung.
Dalam kesempatan itu, Bagja juga menjelaskan strategi dan antisipasi yang dilakukan. Strategi pertama yang harus dilakukan yakni pengaturan jeda waktu yang proporsional antara pemilu dan pilkada. “Ini juga yang harus dihitung dengan benar, kalau ada putaran kedua bagaimana,” ucapnya.
Strategi kedua kata Bagja sosialisasi yang efektif seluruh jenis pemilu dan pilkada, ketiga penyamaan persepsi antarpenyelenggara baik KPU, Bawaslu, dan DKPP dengan melakukan identifikasi potensi masalah teknis dan hukum serta kerangka penyelesaiannya, dan keempat
optimalisasi sarana pengawasan Bawaslu dan pengawasan partisipatif.
“Inilah makanya ada yang namanya tripartit untuk membahas permasalahan yang ada pada tiga lembaga penyelenggara ini dan bawaslu selalu ikut serta dalam acara tersebut,” ujar magister lulusan Utrecht Nederlands itu.
Bagja juga menyebutkan antisipasi yang harus dilakukan, pertama, penguatan SDM pengawas pemilu, kedua menggalakan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP), dan ketiga mengintensifkan koordinasi antarpenyelenggara dan antara penyelenggara dengan intansi penegak hukum pemilu lainnya yang berfokus pada identifikasi potensi masalah teknis dan hukum serta kerangka penyelesaiannya.
“ke depan kita tidak bangga dengan penanganan pelanggaran administrasi yang banyak misalnya, pelanggaran-pelanggaran yang kecil misalnya salah pemasangan baliho tidak usahlah masuk dalam pelanggaran adminitrasi cukup diselesaikan di lapangan melalui penyelesaian sengketa antara peserta dan penyelenggara,” katanya.