Jakarta, Lontar.id – Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Muchtar Luthfi A. Mutty mendesak Pemerintah untuk serius membahas RUU MHA (Masyarakat Hukum Adat). Menurut Politisi NasDem ini, pembahasan RUU MHA saat ini macet disebabkan pemerintah belum menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM).
“Padahal dalam rapat bulan Juli 2018 antara Baleg dan pemerintah yang diwakili 6 menteri (Mendagri, Menkumham, ATR/BPN, LHK, KP, PPDT), disepakati DIM akan diserahkan tanggal 18 Agustus 2018,” ujar Luthfi dalam keterangannya kepada Lontar.id, Rabu (16/1/2019).
Olehnya lanjut Luthfi Mutty, sebagai pengusul RUU MHA, dirinya sejak awal memang melihat pemerintah tidak serius membahas RUU ini.
“Pemerintah tidak serius karena tidak mau kehilangan kewenangan,” kata Luthfi.
Menurut mantan Bupati Luwu Utara (Lutra) ini, jika Pemerintah tak ingin kehilangan kepercayaan dari masyarakat adat–sekaranglah saatnya untuk merespons desakan itu.
“Pemerintah (harus) menunjukkan niat baik dengan menyerahkan DIM,” pungkasnya.
Payung Hukum Penting untuk Sejahterakan Masyarakat Adat
Untuk diketahui, RUU Masyarakat Hukum Adat sebelumnya telah dibahas dalam raker antara DPR dengan pemerintah, Kamis (19/7/2018) lalu. Hanya saja, proses penuntasannya RUU MHA menjadi Undang Undang masih terkendala dengan sikap pemerintah yang terkesan lamban dalam merespons.
“Diperlukan waktu 3 tahun untuk memasukkannya dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional),” kata Luthfi Mutty.
RUU MHA sendiri merupakan usul perorangan Luthfi Andi Mutty yang juga Kapoksi NasDem di Baleg. Keadilan dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat menjadi salah satu alasan Luthfi tetap konsisten memperjuangkan RUU MHA. Apalagi kata dia, hasil kajian nilai ekonomi pengeloaan Sumber Daya Alam (SDA) pada enam wilayah masyarakat adat di Indonesia mampu mencapai Rp159,21 miliar per tahun.
Dikatakan Luthfi, itu berdasarkan hasil kajian penelitian Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) yang bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Padjadjaran (Unpad) pada periode Januari – April 2018 lalu.
“Dari hasil penelitian itu, pengembalian hak-hak adat kepada masyarakat adat memberikan keuntungan secara ekonomi, bahkan bisa melestarikan lingkungan hidup dengan mengelola kawasan adat berdasarkan kearifan lokal. Kalau itu diserahkan ke investor, malahan bakal merusak keaslian wilayah adat,” kata Luthfi, Jumat (25/5/2018) lalu.