Lontar.id – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). RDP tersebut terkait dengan sejumlah rancangan peraturan baru menjelang Pilkada serentak 2020.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan pada PKPU Nomor 3 Tahun 2017, terdapat dua poin utama yang direvisi atau perbaikan dalam RDP bersama dengan Komisi II.
Pertama rancangan PKPU tentang perubahan kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Selanjutnya rancangan PKPU tentang pembentukan dan Tata kerja PPK, PPS dan KPSS dalam pemilihan kepala daerah.
Menurut Arief Budiman, sebelum PKPU yang baru ini diserahkan ke DPR, terlebih dahulu telah dilakukan sejumlah diskusi dengan sejumlah kalangan, baik akademisi maupun lembaga terkait untuk menyaring masukan.
Setelah melalui proses tersebut lanjut Arief Budiman, KPU menyerahkan draf PKPU untuk kemudian dibahas bersama dengan DPR demi mendapatkan masukan.
“Dua aturan KPU ini sudah dilakukan uji publik dan dan fokus group diskusi (FGD), setelah itu KPU melakukan perapian berdasarkan hasil uji publik dan sekarang hari ini dibahas bersama dengan DPR,” kata Arief Budiman saat RDP bersama DPR, Senin (4/11/2019).
Komisioner KPU Ilham Saputra menjelaskan terkait syarat pembentukan anggota PPS, PPK dan KPPS sesuai pasal 3 ayat 1. Pada pasal tersebut terdapat sejumlah perbaikan termasuk mengenai syarat minimal dan maksimal umur pelaksana anggota PPS, PPK dan KPPS.
Berkaca pada pelaksana pemilu serentak 2019, minimal umur keanggotaan yang akan direkrut 19 tahun dan maksimal 60 tahun. Kemudian terdapat juga sejumlah anggota yang meninggal dunia pada pelaksanaan pemilu dikarenakan mengidap penyakit bawaan.
“Pada poin B berusia paling rendah 17 tahun dan paling tinggi 60 tahun. Ini mengantisipasi pengalaman wafatnya penyelenggara pemilu di level bawah, karena rata-rata usia di atas 60 tahun kecuali kecelakaan. Berdasarkan hasil penelitian lembaga, mereka memiliki penyakit bawaan seperti jantung, diabetes dan penyakit lain,” ujar Ilham Saputra.
Sementara dalam pasal 4 ayat 1, Komisioner KPU Evi Novinda Ginting Manik mengatakan, dalam draf KPU yang baru menambahkan terpidana korupsi tidak dapat menjadi calon kepala daerah. Jika sebelumnya yang membatalkan seseorang jadi calon kepala daerah seperti pada poin H yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.
“Kami menambahkan dalam rancangan PKPU, kami menambahkan korupsi,” akunya.
Politisi PDIP Johan Budi menyoroti KPU mengenai sejumlah perubahan yang diajukan, pasalnya, KPU tidak memberikan penjelasan secara filosofis terkait alasannya mengubah dan menghapus pasal di draf PKPU yang baru. Menurutnya, KPU perlu memberikan penjelasan secara rinci sehingga DPR utamanya Komisi II, dapat mendiskusikannya lebih jauh.
“KPU perlu memberikan penjelasan secara filosofis kenapa diganti dan dihapus beberapa pasal. Supaya membuka diskusi yang lebih produktif dan substansif, yang mana dianggap KPU perlu direvisi,” terang Johan Budi.
Editor: Ais Al-Jum’ah