Lontar.id – Ada 10 orang mahasiwa Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara (Sulteng), berangkat ke Jakarta untuk mempercepat proses penyelidikan, kasus penembakan mahasiswa Halu Oleo pada demonstrasi yang berujung ricuh, 26 September 2019 lalu.
Kasus penembakan terhadap dua mahasiswa Halu Oleo, Immawan Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) belum ditemukan titik terang siapa pelakunya. Randi dan Yusuf mahasiwa yang ikut demonstrasi di Gedung DPRD Sulteng ini, tewas terkapar karena tertembak peluru tajam.
Yusuf sempat dilarikan ke rumah sakit oleh teman-temannya menggunakan sepeda motor, namun tak lama kemudian ia menghembuskan napas terakhirnya. Polri berdalih selongsong peluru tajam yang ditemukan di lokasi kejadian, masih harus dilakukan uji ilmiah agar menemukan bukti keterlibatan aparat keamanan.
Polri kemudian mengirimkan selongsong peluru ke Belanda dan Australia untuk dilakukan uji balistik. Namun hingga saat ini kasus penembakan Randi dan Yusuf belum ada perkembangan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Halu Aloe, La Tanda hari ini, 20/10/2019 mengikuti aksi Peringatan Hari Sumpah Pemuda. Mereka bergabung dengan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bergerak (Ampera) dan sejumlah elemen mahasiwa di Kawasan Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda Jakarta Pusat.
La Tanda menjelaskan tujuan kedatangannya bersama dengan 10 kawannya dari Kendari ke Jakarta, untuk menyampaikan secara langsung dengan Presiden Jokowi agar secepatnya mengungkap kasus penembakan terhadap Randi dan Yusuf.
Menurutnya, kasus Randi dan Yusuf masih terkatung-katung ditangani Polri dan mereka menganggap pihak Polri lambat menyelesaikan kasus tersebut. La Tanda dan kawan-kawannya berharap kepada presiden agar membentuk tim investigasi independen.
Tim tersebut kata dia, tidak diperbolehkan masuk dari unsur Mabes Polri karena dinilai akan menghambat proses pengungkapan kasus. Sebab tim yang dibentuk sebelumnya yang melibatkan, Ombudsman, Komnas HAM dan Mabes Polri dinilai lamban.
“Kami meminta kepada Pak Presiden Jokowi, agar secepatnya mengungkap kasus meninggalnya kawan kami Randi dan Yusuf di Kendari. Lalu membentuk tim investigasi independen tanpa Mabes Polri,” kata La Tanda di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Selama satu bulan menunggu hasil uji laboratorium balistik di Belanda dan Australia, para mahasiwa kerap mempertanyakan kapan proses itu selesai. Namun bukan jawaban pasti yang kerap mereka dapatkan, melainkan jawaban yang sama sekali ngambang. Tidak pasti. Demikian juga dengan jawaban Ombudsman yang pernah mereka datangi, Ombudsman tidak berani mengambil sikap lantaran masih menunggu hasil uji balistik.
Padahal salah seorang dokter yang menangani proses autopsi jenazah Randi dan Yusuf, sudah memberikan keterangan bahwa kedua mahasiswa tersebut meninggal karena tertembak peluru tajam.
“Kami tidak percaya (Polri) selama satu bulan, kami selalu diberikan jawaban ngambang, kami anggap jawaban tidak jelas bagi kami, untuk pengungkapan kasus Randi dan Yusuf,” imbuhnya.
Selain mahasiwa yang ikut mengadvokasi meninggalnya Randi dan Yusuf, menurut La Tanda, pihak universitas turut terlibat memberikan bantuan guna mempercepat proses pengungkapan kasus.
“Pihak universitas Halu Oleo terlibat membantu kami,” pungkasnya.
Editor: Ais Al-Jum’ah