Lontar.id – Wakil Presiden RI, KH Ma’ruf Amin, berpendapat, Kompetisi global menuntut bangsa kita memiliki kemandirian.
Hal itu disampaikan Ma’ruf dalam acara Wisuda Virtual Program Vokasi dan Sarjana Universitas Indonesia tahun 2022, Sabtu, 26 Februari 2022.
“Kompetisi global menuntut bangsa kita memiliki kemandirian. Kemandirian bukan berarti terisolasi dari hubungan antarbangsa, melainkan merupakan kemampuan untuk berdikari dalam interdependensi antarbangsa,” jelasnya.
Untuk mencapainya, kata Ma’ruf, kita harus memiliki daya saing yang tinggi dan mampu memenangkan akses terhadap berbagai peluang yang tercipta dari globalisasi. Dalam hal ini, lembaga pendidikan tinggi memiliki peranan yang sangat signifikan.
Ma’ruf menambahkan, tidak keliru bila kita memandang pendidikan sebagai tiket bagi individu untuk memasuki pasar kerja.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, apalagi lulus dari kampus bergengsi seperti Universitas Indonesia, semakin besar pula kemungkinan baginya untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan penghasilan yang tinggi.
“Terutama karena saat ini kita berada pada era di mana pengetahuan adalah sentra kehidupan.”
Tetapi, lanjut Ma’ruf, fungsi pendidikan tinggi bukan sekadar menyiapkan human capital secara individual. Lebih dari itu, pendidikan tinggi memiliki peranan yang krusial bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa, karena pendidikan tinggi adalah faktor penentu pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kemajuan teknologi, dan peningkatan keahlian praktis.
Pendidikan tinggi menyediakan stok keahlian dan kompetensi yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. UNESCO menyatakan, setiap 1 dolar AS yang diinvestasikan untuk pendidikan akan menghasilkan 10-14 dolar AS terhadap perekonomian.
“Saat ini kita telah memasuki babak tech-driven economy atau perekonomian yang digerakkan oleh teknologi.”
Revolusi digital telah mengubah seluruh sektor kehidupan, pelayanan publik, perbankan, kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya.
Perubahan ini, menurut Ma’ruf, akan terus berlangsung di masa depan. Berdasarkan studi McKinsey, sejumlah teknologi disruptif akan memicu transformasi besar-besaran di bidang ekonomi dan sosial pada tahun 2025 dengan potensi dampak ekonomi per tahun mencapai 33 triliun dolar AS.