Lontar.id – Belanda terbilang negara kecil. Luasnya hanya 42.508 Km2. 55% dari wilayahnya itu berada di bawah permukaan laut. Namun demikian, Belanda adalah negara pengekspor hortikultura dan bunga terkemuka di dunia. Tentu bukan perkara mudah bagi negara ini untuk menjadi kampiun di bidang produk-produk hasil pertanian. Belum lagi tantangan iklim 4 musim yang membuat sinar mata hari jauh dari cukup untuk upaya budidaya.
Dari data yang ada, Belanda memiliki kawasan budidaya pertanian hanya 93.600 ha. Terdiri atas 84.700 ha lahan budidaya di ruang terbuka. Diperuntukkan buat flower bulbs 23.000 ha. Terutama untuk bunga tulip. 17.500 ha tanaman hias. 19.200 ha buah2an. 24.500 ha sayuran. Dan 70 ha jamur.
Budidaya secara terbatas juga dilakukan di green house dengan luas 8.900 ha. Diperuntukkan buat sayuran 4.800 ha dan 4.100 ha untuk bunga potong, tanaman dalam pot dan flower bulbs terutama anggrek.
Saat ini Belanda pengekspor utama anggrek dan tulip dunia. Kedua tanaman ini sesungguhnya bukan tanaman endemik Belanda. Dari data-data di atas, pasti Belanda tidak ada apa-apanya jika sedikit membandingkannya dengan Indonesia. Terutama dari luas lahan budidaya dan dukungan iklim.
Tapi mengapa Belanda bisa juara. Jadi negara pengekspor berbagai komoditi pertanian? Sementara kita yang negara agraris justru jadi pengimpor utama produk pertanian? Inilah pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran saya. Dan kemudian membawa saya berkunjung ke World Horti Center (WHC) di hari terakhir saya berada di Belanda.
WHC adalah lembaga terintegrasi meliputi pendidikan, penelitian, produksi dan pemasaran. Lembaga ini mengelola semacam SMK. Mereka inilah yang menjadi tulang punggung pengembangan yang berimplikasi pada peningkatan produksi.
Satu hal yang juga saya saksikan dan sangat menarik adalah penerapan energi netral di kantor administrasi dan pusat pelayanannya. Desain bangunannya dibuat sedemikian rupa yang bisa menghasilkan energi sendiri. Jadi kebutuhan energi untuk pemanas, pendingin, penerangan, komputer, dan lainnya, ternyata tidak disuplai dari luar.
Penelitian melibatkan tenaga-tenaga yang benar-benar ahli. Pemasarannya didukung oleh bandara Schiphol yang lokasinya berdekatan dengan WHC. Selain itu pelabuhan Rotterdam juga punya andil dalam pemasaran produk ke berbagai belahan dunia.
Pembiayaan tidak hanya berasal dari pemerintah tetapi swasta juga terlibat. Swasta berkepentingan karena terkait dengan pengembangan usaha mereka. Sesungguhnya kita memiliki banyak lembaga penelitian semacam ini. Salah satu contohnya yang ada di Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel). Sayangnya tidak terintegrasi dengan lembaga pendidikan vokasi. Hasil penelitiannya juga tidak terkait dengan produksi dan pemasaran.
Akibatnya, swasta tidak tertarik terlibat dalam pembiayaan. Sementara dana penelitian dari pemerintah sangat terbatas. Maka jadilah berbagai lembaga penelitian kita bagai kerakap tumbuh di batu. Hidup segan mati pun enggan. Terakhir, di resepsionis terdapat cafe yang menyediakan aneka jus dan buah hasil produk mereka. Belanda memang kecil tapi hebat.
Tanggul, Kanal, dan Reklamasi
Sebelumnya, dari Praha saya lanjut ke Amsterdam. Ini kali ke 4 saya menginjakkan kaki di negeri kincir angin. Tahun 1998 saya pertama ke sini ikut delegasi tim penyusun UU bidang politik yang dipimpin mendagri Sarwan Hamid berkunjung ke Jerman dan Belanda. Sekadar informasi , gerakan reformasi 98 berhasil menurunkan Pak Harto dari tampuk kekuasaan dan mengakhiri rezim Orba yang otoriter sentralistik. Indonesia memasuki era demokrasi yg memerlukan seperangkat UU yang demokratis.
Presiden Habibie kemudian membentuk tim penyusun UU dimaksud. Ryaas Rasyid ditunjuk sebagai ketua. Saya sebagai sekretaris dengan anggota: Afan Gaffar ( alm), Ramlan Surbakti, Djohermansyah Djohan, Andi Alfian Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum. Karena jumlahnya 7 orang maka kemudian disebut Tim 7. Tulisan ini bukan tentang Tim 7 melainkan tentang tanggul.
Belanda. Nama resminya Nederland. Berarti tanah rendah. Hal ini merujuk pada fakta bahwa dari 42.508 km2 luas wilayahnya, lebih dari setengah (55%) berada di bawah permukaan laut. Bandara Internasional Schiphol yang letaknya dekat Amsterdam, bahkan berada 3.5 – 4.5 meter di bawah permukaan laut. Hal ini membuat tata kelola air, terutama tanggul memiliki peranan yang sangat penting. Dengan kata lain, tanggul menjadi bagian dari hajat hidup orang banyak. Dan karena itu menjadi kepentingan strategis nasional.
Selain tanggul, kanal dan reklamasi juga merupakan hajat hidup orang banyak. Maka tidak boleh menjadi kepentingan segelintir orang apalagi jika tanggul dan reklamasi menjadi kawasan eksklusif. Contohnya Provinsi Flevoland. Provinsi ke 12 Belanda dengan 6 Kota di dalamya merupakan hasil reklamasi. Provinsi yang didirikan tahun 1986 ini, sekarang menjadi provinsi termaju di Belanda.
Awalnya ide pembangunan tanggul dan reklamasi ditolak oleh berbagai kalangan, terutama nelayan. Mereka khawatir akses ke laut akan tertutup buat mereka. Ternyata tidak. Kawasan hasil reklamasi itu tidak bersifat eksklusif. Karena memang pemerintahnya sangat menyadari bahwa tanggul, kanal, reklamasi adalah hajat hidup orang banyak. Maka tidak boleh ada pihak yg mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan kepentingan rakyat yang lebih luas.
Maka tidak boleh terjadi lahan hasil reklamasi jadi milik publik bukan milik swasta. Di Jakarta dan beberapa daerah lain di Indonesia juga dilakukan reklamasi. Namun saya tidak tahu apakah itu demi kepentingan umum atau buat segelintir orang untuk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan kepentingan rakyat.
Penulis: Anggota DPR RI, Fraksi NasDem, Muchtar Luthfi A Mutty.