Yogyakarta, lontar.id – Beragam kegiatan diakukan oleh masyarakat maupun instansi, untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), mulai dari berbagai lomba hingga upacara. Dan salah satu lomba umum (mainstream) yang sering dilakukan adalah tarik tambang.
Tetapi PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) VI Yogyakarta melakukannya dengan cara berbeda. Mereka menggunakan tali tambang bukan untuk memperlombakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Tetapi tali tambang digunakan untuk menarik gerbong lokomotif kereta api.
Puluhan pegawai PT KAI dan beberapa elemen masyarakat, termasuk jurnalis, tampak berkumpul di Dipo Lokomotif Yogyakarta, Rabu (21/8/2019). Mereka seolah tak mempedulikan pendar sinar mentari pagi, yang menyeruak hangat dan memaksa tubuh mengeluarkan butir-butir keringat.
Sesekali suara roda kereta api yang melintas, beradu dengan kerasnya rel, berpadu dengan gemuruh suara mesin lokomotif penarik gerbong-gerbong itu.
Puluhan peserta lomba mulai berada di tempatnya. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok, yang masing-masing berisi maksimal 10 orang. Mereka bersiap menarik lokomotif yang beratnya mencapai 94 hingga 100 ton.
Tangan-tangan mereka, sebagian tampak kekar, beberapa lainnya terlihat kurus dan tanpa otot, memegang tambang yang telah diikat pada lokomotif. Kepala mereka mengenakan helem pengaman.
Setelah aba-aba diberikan, perlahan tapi pasti, mereka kompak menarik tambang itu. Meski wajah berkerut karena mengeluarkan tenaga untuk menarik, raut mereka tetap berseri, terlebih saat lokomotif itu perlahan bergerak.
Humas PT KAI Daop VI Yogyakarta, Eko Budianto, menjelaskan, lomba unik ini bukan sekadar memeringati HUT RI, tetapi juga sebagai upaya untuk mengedukasi masyarakat, tentang keselamatan.
“Lomba ini diikuti ada 14 kelompok, dari internal kereta api, dari siswa BPPT. Kenapa kita selenggarakan lomba unik ini? karena selain peringatan HUT ke 74 RI, juga sekaligus untuk mengedukasi masyarakat. Jangan sampai masyarakat selfie kemudian motret-motret di lintasan kereta api tanpa sepengetahuan kita,” katanya.
Lomba menarik lokomotif tersebut, kata Eko,merupakan yang ketiga kalinya digelar, dan hanya dilaksanakan oleh PT KAI Daop VI Yogyakarta. “Lomba ini sudah ketiga kali, Daop lain tidak ada, hanya Daop VI,” tegasnya.
Kecelakaan Akibat Swafoto
Eko menjelaskan, berdasarkan data yang ada, korban kecelakaan kereta api akibat swafoto di lintasan kereta, menduduki tempat teratas, meski dia belum bisa menjelaskan jumlah dan persentasenya.
Bukan hanya menempati rangking tertinggi, jumlah korban akibat swafoto bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu. Olehnya itu pihaknya gencar melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat, untuk tidak berswafoto di lintasan kereta api.
“Kereta api insya Allah zero accident, tapi kejadian kecelakaan di perlintasan kereta, semakin lama semakin naik, karena anak kecil, anak usia belasan tahun, suka selfie. Punya hape, punya smartphone, dia main di perlintasan kemudian kalau dia kalau ada kereta api lewat dia bukan malah menjauh,” paparnya.
Alih-alih menjauh, beberapa remaja bahkan lebih mendekatkan kepalanya pada kereta api saat kereta melintas. Tujuannya agar mereka mendapatkan foto yang bagus. “Tapi dari beberapa data yang ada, akhir-akhir ini ada terjadi kecelakaan karena selfie di perlintasan, ada yang naik jembatan, ada yang di rel kereta api, kemudian tidur di rel, suka menantang bahaya, seperti itu,” imbuhnya.
Dengan kegiatan lomba menarik lokomotif tersebut, pihaknya bisa menyosialisasikan bahaya akibat berswafoto, karena petugas bisa menunjukkan area mana saja yang merupakan daerah aman berswafoto.
“Jadi tidak perlu selfie di stasiun, di jembatan, di rel kereta api tanpa sepengetahuan kita, ini harapan kami,” pungkasnya.
Penulis: Kurniawan Campalagian