Lontar.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu berpidato pada sidang tahunan MPR, DPR dan DPD tahun 2019, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Dalam pidato itu, Jokowi menyiratkan bahwa era globalisasi yang serba cepat dan terbuka memungkinkan semua pihak dapat mengakses informasi seluas-luasnya. Sehingga tak ada lagi orang yang tidak mengetahui peristiwa di dunia belahan mana pun, karena koneksi internet telah merambah ke semua lini.
Pengaruh teknologi bisa masuk ke semua sendi kehidupan masyarakat, tak terkecuali masyarakat kelas menengah ke bawah. Semua orang punya akses yang sama.
Era keterbukaan saat ini bukan semata-mata membawa dampak positif belaka, namun seperti dua mata uang yang sama. Ada sisi positif di situ, juga sisi negatifnya.
Tantangan bangsa ini ke depannya tidak saja bagaimana memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa dan negara, tetapi juga bagaimana menciptakan sistem proteksi yang kuat agar tidak terjadi kejahatan siber. Banyak sekali contoh kejahatan di bidang ini yang menelan korban, baik itu perorangan, perusahaan maupun negara.
Sebagian dari kita memang tak menyadari, misalnya ada korporasi besar yang memanfaatkan data privacy pengguna jasa untuk kepentingan bisnis.
Mereka menggunakannya untuk memetakan barang apa yang disuka si pengguna, tempat apa yang sering dikunjungi dan data privacy lain seperti nomor kontak dan kartu identitas pengguna.
Belum lagi beberapa perusahaan swasta yang dapat mengakses data identitas pribadi. Mereka sudah tersambung dengan institusi yang menangani data kependudukan seperti Disdukcapil dan mengaksesnya dengan mudah.
Mungkin sekarang kita belum merasakan dampak negatifnya, apabila hanya digunakan oleh perusahaan untuk mengelompokkan konsumennya. Tetapi bagaimana jika data tersebut digunakan dalam hal kejahatan, bukankan itu akan merugikan kita semua?
Saya ambil contoh yang dialami Facebook, menggunakan data pengguna untuk kepentingan politik Pilpres Amerika Serikat yang memenangkan Donald Trump.
Mengambil data pribadi pengguna tanpa ada izin merupakan kejahatan besar yang dasawarsa ini, olehnya itu sangat penting membangun sistem proteksi yang kuat.
Meski dalam era globalisasi membawa efek negatif, bukan berarti kita harus menolak mentah-mentah. Haruslah diatur dengan baik agar dapat dipastikan kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan publik dapat dimudahkan.
Poin saya adalah bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi yang serba cepat dengan baik, tanpa merugikan pihak tertentu. Sebagaimana dikatakan Jokowi, bahwa lompatan percepatan perubahan saat ini, pemeritah harus berani mengambil langkah strategis, namun di sisi lain tidak boleh merelakan kehilangan persatuan dan persaudaraan yang sudah terawat selama ini.
Kompetisi antarnegara semakin sengit dan tak terelakan. Olehnya itu, Indonesia harus ikut terlibat menjadi bagian terpenting dalam setiap perubahan. Perubahan menuntut adanya kreasi dan inovatif dan masyarakat, tetapi harus melompat lebih jauh ke depan.
Saya setuju dengan istilah lompatan percepatan, karena mau tidak mau kita harus mengikuti dan menjadi pesaing negara-negara maju memanfaatkan alat teknologi.
Negara-negara di Eropa misalnya, sudah lebih jauh dalam hal ini, sementara di Indonesia, terutama di pemerintah, masih setengah hati. Itu bisa kita jumpai saat mengurus berkas dokumen pada instansi-instansi tertentu. Integrasi yang belum merata masih menyulitkan pelayanan publik.
Sementara di perusahaan swasta jauh lebih maju dari pemerintah, dengan dukungan sistem jaringan yang kuat dan mengeluarkan uang besar-besaran untuk membangun sistem yang lebih.
Maka sudah saatnya pemerintah lebih maju dari swasta, bila ingin bersaing dengan negara-negara luar dalam hal pemanfaatan teknologi mutakhir ini.
Untuk membangun itu semua memang tidaklah mudah. Tetapi dengan usaha dan kerja keras serta menghargai inovasi dan kreasi anak bangsa, maka tidak ada kata tidak mungkin.
Negara harus sedikit memberikan ruang dan kesempatan pada mereka agar agar terus berinovasi dan berkontribusi terhadap bangsa dan negara.
Tentu semua itu tidak bisa berjalan dengan baik tanpa memliki kepercayaan dari masyarakat terhadap lembaga negara kita, mulai eksekutif, legislative dan yudikatif.
Lembaga negara yang terlalu korup menciptakan ketidakpercayaan publik, sehingga harus ada sistem check and balance yang kuat untuk memproteksinya.
Dengan demikian, lembaga negara sebagai representasi masyarakat, dapat menaruh kepercayaan besar terhadap insitusi negara mewujudkan visi Indonesia besar.
Editor: Almaliki