Lontar.id – Otoritas transisi Sudan menyetujui undang-undang untuk membubarkan partai politik mantan Presiden Omar al-Bashir, dan menyita seluruh propertinya.
Dilansir Aljazeera, Jumat (29/11/2019), keputusan itu disetujui pada Kamis (28/11/2019) malam, sebagai tanggapan atas permintaan utama para pengunjuk rasa, yang membantu menggulingkan pemerintahan Bashir pada bulan April.
Pengesahan undang-undang itu dilakukan dalam pertemuan bersama dewan dan kabinet berdaulat Sudan, yang berlangsung selama beberapa jam. Mereka juga membatalkan hukum yang mengatur pakaian dan perilaku perempuan.
Asosiasi Profesional Sudan (SPA), yang mempelopori protes terhadap al-Bashir, menyambut baik undang-undang tersebut, dan mengatakan itu merupakam langkah penting dalam upaya membangun negara sipil yang demokratis.
Perdana Menteri Abdalla Hamdok mengatakan di Twitter bahwa undang-undang itu bukan tindakan balas dendam, tetapi lebih ditujukan untuk menjaga “martabat rakyat Sudan”.
“Kami mengesahkan undang-undang ini dalam pertemuan bersama untuk menegakkan keadilan dan menghormati martabat rakyat, dan melindungi keuntungan mereka, dan agar kekayaan yang dirampas rakyat dapat dipulihkan,” tambahnya.
Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum, mengatakan dekrit baru itu mewujudkan tuntutan rakyat Sudan.
Menurut undang-undang baru itu, anggota partai lama al-Bashir dilarang mencari posisi elektif dalam 10 tahun ke depan.
“Ini penting, dan sampai taraf tertentu memenuhi tuntutan rakyat, yang telah melakukan protes selama beberapa bulan terakhir, menuntut perubahan dalam pemerintahan,” kata Morgan.
Pemerintahan Hamdok dibentuk pada bulan September setelah kesepakatan pembagian kekuasaan antara kelompok-kelompok anti-al-Bashir dan Dewan Militer Transisi yang memerintah negara itu, hanya beberapa waktu setelah penggulingan Bashir.
Implementasi undang-undang tersebut akan menjadi ujian penting, tentang seberapa jauh otoritas transisional mau atau sanggup untuk membalikkan kekuasaan yang diambil alih melalui kudeta oleh al-Bashir tahun 1989.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Sudan, Nasredeen Abdulbari, mengatakan pemerintah telah mencabut undang-undang yang digunakan al-Bashir untuk mengatur pakaian dan perilaku perempuan, serta menghukum mereka yang menentang, dengan cambuk.
Undang-undang itu memberlakukan aturan sosial Islam konservatif, membatasi kebebasan perempuan untuk berpakaian, bergerak, berserikat, bekerja dan belajar. Aturan tersebut telah banyak dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia lokal dan internasional.
Al-Bashir dan Partai Kongres Nasionalnya (NCP) telah memerintah negara Afrika timur laut itu sejak 30 Juni 1989, sebelum gerakan protes nasional mengakibatkan dia digulingkan awal tahun ini.
Protes meletus terhadap pemerintahan al-Bashir pada Desember 2018 dan dengan cepat berubah menjadi gerakan anti-rezim nasional yang akhirnya mengarah pada pemakzulannya.
Tentara menggulingkannya pada 11 April dalam kudeta di istana, dan pada Agustus sebuah dewan sipil dan militer bersama dibentuk untuk mengawasi transisi negara itu ke pemerintahan sipil seperti yang diminta oleh para demonstran.
Al-Bashir ditahan di sebuah penjara di Khartoum bersama beberapa pejabat dan anggota senior partainya, mereka akan menghadapi persidangan atas tuduhan korupsi.