Lontar.id – Pakar hukum Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar teliti dalam mengambil langkah hukum terkait panggilan pemeriksaan hingga penjemputan paksa terhadap tersangka mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Margarito Kamis mengatakan, penyidik KPK boleh saja memanggil mantan Sekretaris MA Nurhadi Abdurachman dan Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi) untuk diperiksa sebagai tersangka maupun saksi. Tapi menurut Margarito, pemanggilan tersebut harus dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yakni KUHAP.
Menurut KUHAP, kata Margarito, surat panggilan untuk seseorang harus dibawa tiga hari sebelum waktu pemeriksaan, dibawa oleh petugas ke kediaman orang yang dipanggil, penyidik bertemu dengan langsung dengan orang yang dipanggil, dan dibuatkan tanda terimanya. Aturan dalam KUHAP tersebut juga berlaku ketika KPK menyampaikan surat panggilan pemeriksaan atau akan memeriksa Nurhadi dan menantunya.
“Sesuai KUHAP memang begitu. Bagaimana anda tahu bahwa orang itu tidak memenuhi panggilan kalau anda sendiri tidak tahu bahwa surat itu sudah sampai pada yang bersangkutan atau yang dipanggil,” ujar Margarito saat dihubungi di Jakarta, Senin (03/02/2020) malam.
Dia membeberkan, pernyataan KPK sebelumnya bahwa Nurhadi dan menantunya mangkir dari jadwal pemeriksaan pada Senin (27/1/2020) karena telah ada tanda terimanya juga tidak berdasar. Karena menurut Margarito, KPK tidak menyampaikan secara spesifik dan detil surat tersebut diterima oleh siapa dan dibawa ke alamat mana. Penyidik juga tidak mengetahui apakah benar-benar surat panggilan diterima Nurhadi atau tidak.
“Oleh karena itu pernyataan bahwa Nurhadi dan menantunya tidak memenuhi panggilan, itu tidak berdasar. Kenapa tidak berdasar? Oleh karena KPK atau penyidik sendiri tidak tahu bahwa surat ini sudah sampai atau belum,” katanya.
Margarito berpandangan, kalau KPK atau penyidik KPK mengutarakan bahwa surat panggilan diterima oleh orang yang berada di rumah Nurhadi maupun Rezky atau keluarga keduanya maka juga tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa Nurhadi dan Rezky telah menerima surat itu. Seharusnya penyidik KPK mendatangi kembali kediaman Nurhadi dan Rezky guna memastikan surat tersebut telah benar-benar diterima keduanya.
“Kenapa KPK tidak ke rumahnya orang ini untuk menanyakan lagi surat ini sudah sampai atau belum? Balik aja lagi, pastikan surat panggilan diterima Nurhadi dan menantunya atau tidak. Dalam kerangka itu, penyidik harus bisa memastikan bahwa surat itu sudah sungguh-sungguh sampai ke yang bersangkutan,” ungkap Margarito.
Dia menegaskan, rencana KPK menyiapkan langkah hukum selanjutnya berupa penjemputan paksa terhadap Nurhadi dan Rezky juga tidak bisa dibenarkan. Alasannya, penyidik saja belum bisa memastikan surat panggilan sebelumnya telah diterima Nurhadi dan Rezky. Kalau penyidik tetap melakukan penjemputan paksa, maka akan memiliki risiko hukum di kemudian hari.
“Itu berisiko. Saran saya untuk teman-teman penyidik KPK, pastikan dulu surat itu sungguh-sungguh sudah sampai di Pak Nurhadi dan menantunya. Karena kalau tidak, akan menimbulkan masalah hukum juga di belakang hari. Oleh karena bisa di-challenges bahwa saya belum dapat suratnya, saya tidak tahu surat itu,” demikian Margarito.