Lontar.id – Tren pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) kerap dilakukan melalui media sosial (medsos). Hal itu disampaikan oleh Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, Selasa, 9 Juni 2020.
Abhan mengatakan, pelanggaran tersebut dilakukan sebagai bentuk memberikan dukungan kepada pasangan calon akan maju pada saat kontestasi pilkada.
“Tren pelanggaran ASN paling banyak dilakukan di medsos, seperti mengunduh di media sosial seperti Facebook dan media massa yang sering memberikan dukungan kepada pasangan calon, meskipun mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah sebagai bentuk keberpihakan,” katanya, saat memberikan materi kegiatan Webinar Nasional yang digelar oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengusung tema ASN di Pusaran Kontestasi Pilkada, seperti tertulis dalam rilis Bawaslu.
Dari data yang dihimpun Bawaslu pada pilkada sebelumnya, menurut Abhan, ada beberapa tren pelanggaran ASN. Jumlah terbanyak penanganan pelanggaran netralitas ASN paling banyak dilakukan ASN memberikan dukungan melalui medsos atau media massa.
“Jumlah paling banyak pertama yaitu ASN memberikan dukungan melalui medsos atau media massa dengan jumlah 112 pelanggaran. Kedua, ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik dengan jumlah 81 pelanggaran. Dan ketiga, ASN melakukan sosialisasi bakal calon melalui Alat Peraga Kampanye (APK) dengan jumlah 34 pelanggaran,” urai dia.
Abhan mengatakan, dari tren pelanggaran tersebut Bawaslu sudah membuat aturan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran khususnya ASN yang melanggar . “Sudah ada peraturan Bawaslu nomor 6 Tahun 2016 tentang Pengawasan Netralitas ASN, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia”, Ujarnya.
Terkait tindak lanjut hasil penanganan dugaan pelanggaran, lanjut Abhan, Bawaslu sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) khususnya pelanggaran yang dilakukan kalangan ASN.
“Yang sudah dilakukan antara Bawaslu dan KASN pada tahun 2020 ini sudah direspon baik dan apabila terkait pelanggaranpun KASN menerbitkan rekomendasi langsung,” tuturnya.
Abhan berharap, jika ada revisi Undang-undang ASN, ada aturan tegas terhadap siapa pun ASN yang melakukan pelanggaran, terlebih kewenangan ada dalam ranah KASN.
“Jadi apabila ada perubahan Undang-Undang ASN akan lebih objektif, dimana eksekutor langsung ada pada KASN. Sementara apabila terjadi pelanggaran pidana kami akan diteruskan kepada ranah Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu),” ujarnya.