Lontar.id – Deretan bencana alam yang terjadi sepanjang tahun 2018 hingga pada pembuka tahun 2019 menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Salah satu bentuk penanganan bencana alam yang dilakukan pemerintah adalah membuat kurikulum kebencanaan.
Rencana pemerintah ini patut diapresiasi sekalipun sudah sangat terlambat. pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat bencana alam yang tinggi.
Berkaca dari negara sebelah- Jepang, pendidikan tentang kebencanaan telah lama diterapkan. Pendidikan kebencanaan tersebut telah diterima siswa sejak dini sehingga sejak kecil, anak-anak telah mengetahui jejak bencana alam apa saja yang terjadi di negaranya, cara penanggulangannya, dan yang terpenting bagaimana cara menjaga alam.
Garut sebagai salah satu daerah yang rawan bencana alam telah menyiapkan kurikulum sekolah siaga bencana. Sebagai upaya kehati-hatian menghadapi bencana alam yang menghantui, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Garut, Jawa Barat, tengah menyiapkan kurikulum Sekolah Siaga Bencana mulai jenjang penddidikan tingkat TK hingga SMP.
Seperti dilansir dalam laman KOMPAS.com, upaya itu ditempuh Pemerintah Garut, sebagai cara untuk memberikan kesadaran serta pemahaman datangnya ancaman bahaya bencana alam kepada mereka.
Kepala Dinas Pendidikan Garut Totong mengatakan, sebagai daerah dengan tingkat kerawanan bencana alam yang cukup tinggi di Jawa Barat, lembaganya telah menyiapkan sejumlah cara untuk mengingatkan warga, agar siap menghadapi ancaman itu. “Makanya kita siapkan kurikulumnya,” ujarnya, Kamis (10/1/2019).
Baca Juga: Manusia Bukan Korban Bencana Alam tapi Pelaku Bencana Alam
Baca Juga: Manusia Sampah Mengganggu Keseimbangan Alam
Baca Juga: 2018, Tahun Bencana dengan Korban Terbesar Dalam 1 Dekade
Sementara itu, kota lainnya yakni Padang juga telah mulai memikirkan bagaimana pendidikan kebencanaan ini bisa menjadi perhatian bagi dunia pendidikan, pengajar dan peserta didik.
Ketua komisi IV DPRD Kota Padang, Sumatera Barat – Surya Jufri mengatakan simulasi penanganan kebencanaan perlu masuk dalam kurikulum pndidikan. “Ini hendaknya jadi pertimbangan dinas pendidikan setempat. Kalau memamg dirasa sudah mendesak, maka sudah saatnya disdik menjadikan ini sebagai salah satu bahan ajar di sekolah.” ungkapnya.