Sunday, May 18, 2025
Jaringan :   Cermis.id   Etnis.id
Lontar.id
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • RagamHiburan
  • KolomOpini
No Result
View All Result
Lontar.id
Home Esai

Penggunaan Istilah Feminis yang Justru Mengobjektifikasi Perempuan

Oleh Ais Aljumah
2 January 2019
in Esai
Penggunaan Istilah Feminis yang Justru Mengobjektifikasi Perempuan
80
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, Lontar.id – Sebagai generasi milenial yang menjadikan media sosial sebagai kebutuhan utama, saya seringkali miris dan sedih setiap kali membaca berita-berita terkait perempuan. Tidak hanya berita, akan tetapi tulisan-tulisan di caption postingan ataupun tulisan lepas di media yang seringkali mengangkat sudut pandang perempuan sebagai subjek yang dikekang.

Tulisan yang demikian, saya baca hampir setiap hari —  hal itu terjadi, barangkali karena arena pertemanan saya yaitu para perempuan aktivis feminis ataupun sekedar pendukung feminis. Saking seringnya saya membaca tulisan-tulisan demikian, konstruksi yang muncul di kepala saya adalah “selemah-lemahnya manusia, adalah perempuan”.

Berangkat dari hal tersebut, saya kemudian mempertanyakan: Memangnya perempuan selemah itu? Apakah perempuan hanya bisa diam tanpa melakukan resistensi sedikitpun?

Manusia sebagai objek adalah sesuatu yang pasti, dan manusia sebagai subjek adalah hal yang pasti pula. Artinya, siapapun pasti akan mendapatkan posisi sebagai objek, dan di waktu yang lain, mendapatkan posisi sebagai subjek. Perempuan dan laki-laki mendapatkan porsi yang sama. Sayangnya, perihal pemosisian manusia sebagai objek seringkali dilekatkan hanya pada perempuan bahkan cenderung didramatisasi.

Kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan, tidak bisa disangkal jika jumlahnya lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Praktik kejahatan terhadap manusia itu perlu mendapatkan respon dengan cara melaporkan kepada pihak-pihak yang mengakomodasi kasus demikian atau sekedar memberikan dukungan kepada korban.

Sayangnya, ketika ada kasus-kasus yang demikian, kita seringkali teledor mengeluarkan istilah-istilah feminis yang justru menurut saya semakin mengobjektifikasi perempuan. Misalnya saja, istilah marginalisasi, subordinasi, objektifikasi, intimidasi, dan lain-lain yang justru semakin menyudutkan posisi perempuan, seolah-olah perempuan tidak memiliki agensi apapun dalam menentukan hidupnya.

Penggunaan bahasa atau istilah yang demikian, dianggap sebagai cara untuk mendukung dan mengingatkan perempuan agar bangkit dari kekerasan yang didapatkannya. Akan tetapi, secara implisit istilah-istilah yang demikian sangat menyedihkan ketika dibaca ataupun didengarkan, seperti menemukan diri telah kehilangan rasa empati. Bahkan penggunaan istilah yang demikian seringkali dengan mudahnya dilontarkan tanpa memandang konteks yang sebenarnya terjadi.  

Persoalan bahasa memang bisa sangat sederhana, tapi beberapa orang pernah mengalami fase keterpurukan dalam hidupnya karena kecelakaan berbahasa. Bahasa menjadi alat utama dalam berkomunikasi kepada sesama manusia. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan, kenapa kita seringkali terjebak pada penggunaan istilah-istilah feminis yang seperti itu? Istilah tersebut bukannya salah, akan tetapi kita kurang menyadarkan diri kapan dan dimana, serta konteks yang seperti apa sebaiknya kita menggunakan istilah yang seperti itu.

Komodifikasi perjuangan perempuan untuk melahirkan resistensi terhadap segala bentuk kekerasan sebaiknya tidak perlu didramatisasi, sebab sejak dulu perempuan adalah manusia hebat dan jejak sejarah telah membuktikannya. Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengutip kata-kata Moh Yasir Alimi dalam tulisannya Gender dan Seks sebagai Pertunjukkan, “setiap manusia mempunyai kemanusiaan dan identitas. Akan tetapi manusia dilahirkan dengan kemanusiaan bukan dengan identitas. Semuanya dilahirkan dengan kemanusiaan yang sama. Kemanusiaan ini berdimensi ilahian, karena ia ditengarai roh yang suci, yang ditiupkan langsung dari sisi Tuhan. Inilah kebenaran sederhana namun dilupakan.”

Share54Tweet11Share4SendShare
ADVERTISEMENT
Previous Post

Mencintai Agama Mencintai Jakarta

Next Post

Dilan 1990 Masih Rajai Layar Lebar Indonesia

Related Posts

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target
Esai

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target

by Dumaz Artadi
3 February 2021

Lontar.id - Pembangunan tempat pemakaman umum (TPU) untuk jenazah pasien positif Covid-19 di Rorotan, Jakarta Utara, tidak sesuai target yang...

Read more
Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

21 April 2020
Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

9 February 2020

Gugatan Terhadap Penggunaan Istilah Animisme untuk Menyebut Kepercayaan Nenek Moyang

6 February 2020
Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

4 February 2020
YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

29 January 2020
Lontar.id

PT. Lontar Media Nusantara

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

No Result
View All Result
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • KolomOpini
  • RagamHiburan
  •  Etnis.idwarta identitas bangsa
  •  Cermis.idaktual dalam ingatan

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In