Lontar.id– Penundaan penetapan RUU KUHP telah diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 24 September 2019 kemarin.
Penundaan ini belum berarti selesai persoalan. Aspirasi dan tuntutan masyarakat luas, mahasiswa dan akademisi pada dasarnya belum ada yang disetujui. Pasal-pasal bermasalah yang banyak disorot publik tak satupun yang direspon oleh Presiden dan DPR. Bahkan penolakan terhadap penetapan UU KPK tidak digubris sama sekali, justru harus diwaspadai.
Penundaan ini akan bernasib sama dengan RUU KPK yang tiba-tiba muncul dan disetujui dalam tempo yang singkat tanpa ada naskah akademik dan konsultasi publik.
Undang-undang nomor 12 tahun 2011 sebenarnya telah menjamin proses legislasi yang terbuka dan berkualitas serta mencegah dari praktek legislasi yang otoriter, kebohongan dan syarat kepentingan serta praktek suap kebijakan. Namun faktanya kecelakaan yang terjadi dalam Revisi UU KPK membuktikan adanya pembangkangan terhadap UU dan dengan mudah mengabaikan mekanisme legislasi.
Setelah penundaan ini, agenda berikutnya adalah terus menyuarakan pasal-pasal bermasalah dan penolakan terhadap UU KPK. Tidak bisa kita lengah karena sikap otoriter dianggap biasa dan praktek by pass kebijakan sudah dianggap wajar.
Penulis: Anwar Razak (Direktur KOPEL Indonesia)