Dalam kasus yang menjerat Wahyu Setiawan tersebut, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Komisioner KPU, Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerima suap, ATF (Agustiani Tio Fridelina) mantan anggota Bawaslu, HAR (Harun Masiku) Caleg DPR RI PDIP dari Sumatra Selatan Dapil 1, dan Sae (Saeful) pihak swasta.
Sementara lima orang lainnya yang turut diamankan, yakni DNI (advokat), RTO (asisten Wahyu Setiawan), IDA (keluarga Wahyu Setiawan), WBU (keluarga Wahyu Setiawan) dan I (sopir Saeful), masih berstatus sebagai saksi.
Mereka diamankan di lokasi yang berbeda pada 8 dan 9 Januari 2020.
Lili menjelaskan kronologi OTT tersebut, yakni berawal dari informasi adanya transaksi dugaan permintaan uang oleh Wahyu Setiawan kepada Agustiani pada Rabu (8/1/2020).
Uang tersebut digunakan untuk memuluskan proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019.
Jika mengacu pada peraturan KPU, PAW Nazarudin Kiemas akan digantikan oleh suara terbanyak kedua, yaitu Riezky Aprilia. Hal itu dikuatkan oleh hasil rapat pleno KPU pada 31 Agustus 2019, yang memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti almarhum Nazarudin Kiemas.
Namun, pengurus DPP PDIP berusaha mencoret nama Riezky Aprilia, dengan memerintahkan DNI untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019, tentang Penghitungan Suara, ke Mahkamah Agung (MA).
MA kemudian mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan DNI, bahwa partai sebagai penentu suara dan pengganti antar waktu. Putusan MA tersebut, menjadi dasar hukum PDIP untuk mengirim surat ke KPU, yang meminta agar Harun Masiku ditetapkan sebagai PAW Nazarudin Kiemas.
Tetapi, pihak KPU menolak mengabulkan surat yang dikirim oleh PDIP, maka dilakukanlah komunikasi politik agar Harun Masiku ditetapkan PAW.
Saeful kemudian menghubungi Agustiani Tio Fridelina, yang juga mantan Caleg PDIP, untuk melobi Wahyu Setiawan, agar membantu Harun Masiku.
Lili Pintauli Siregar menjelaskan, Wahyu Setiawan menyanggupi permintaan Agustiani Tio Fridelina tersebut. Tapi, sebagai kompensasi bantuan, Wahyu Setiawan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta.
“WSE (Wahyu Setiawan) menyanggupi membantu, dengan membalas ‘siap, mainkan’,” kata Lili Pintauli Siregar
DNI dan Saeful yang merupakan staf kesekjenan PDIP, Hasto Kristianto, bersama Agustiani Tio Fridelina memberikan uang untuk Wahyu Setiawan sebesar Rp400 juta pada Desember 2019.
Selang beberapa saat, Wahyu Setiawan menerima uang dari staf Hasto Kristianto sebesar Rp200 juta, di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kemudian sisanya Rp400 juta rencananya akan diserahkan ke Wahyu Setiawan, namun KPK lebih duluan melakukan OTT sebelum uang tersebut diserahkan.
“Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE Komisioner KPU, uang tersebut masih disimpan oleh ATF,” ujar Lili Pintauli Siregar.
Saat ditanya, apakah ada keterkaitan antara Hasto Kristianto dengan penyerahan uang oleh DNI dan Saeful pada Wahyu Setiawan, Lili mengaku belum berani memastikan adanya peran Hasto Kristianto dibalik kasus suap terhadap anggota komisioner KPU tersebut.
“Enggak tergambar, baru itu. Tapi soal ada barang buktinya, kemudian sudah tinggal mau menyerahkan, tapi dia tahan duit itu karena dia tidak bawa tas,” imbuhnya.
Selain dihalangi saat akan memasang garis KPK di kantor DPP PDIP, KPK juga sempat berada di PTIK, tempat diduga Hasto berada. Tapi, Tim KPK juga dihalangi oleh petugas keamanan, sehingga gagal masuk ke PTIK.
Lili Pintauli Siregar tak membantah jika ada tim KPK yang mendatangi PTIK, namun kedatangan KPK kata dia tidak ada kaitan dengan Hasto Kristianto
“Yang saya dapat dari teman-teman penyelidik, mereka tidak melakukan apapun, tapi itu salah paham tentang kehadiran mereka tentang keamanan yang ada di sana,” imbuhnya.
Editor: Kurniawan