Jakarta, Lontar.id – Kalau kamu adalah seorang jomlo yang belum juga menikah padahal usia kamu sudah memasuki kepala tiga, coba berfikir positif. Mungkin saja jodoh kamu belum lahir. Loh, jangan bilang mustahil. Tuhan memang kadang suka memberi kejutan di luar akal sehat manusia sok tahu macam kita ini.
Sabagai insan manusia yang terlahir normal adalah wajar memang jika kamu diliputi perasaan was-was saat belum juga mengikrarkan janji suci dalam akad. Apalagi jika teman-teman dekat kamu sudah lebih dulu memiliki pasangan tidur bernyawa yang bisa dipeluk– bukan lagi bantal guling seperti punyamu itu.
Kepanikan kamu akan bertambah setiap kali keluar rumah mendapati banyak pasangan bergandengan tangan, bermesra-mesraan, sedang kamu hanya bisa bergumam dalam hati untuk tetap dikuatkan Tuhan. Lalu setiap kali acara reuni dan hari raya tiba, kamu yang masih saja sendiri, pasti akan dicerca pertanyaan kramat “kapan nikah?”.
Baca Juga:Vanessa di Antara Reputasi dan Rp 80 Juta yang Menggiurkan
Era sebelum sosial media sebooming sekarang, saat mendengar kata pernikahan, bayangan yang muncul dalam benak kebanyakan orang adalah tentang menyatunya pasangan muda-mudi. Mempelai pria yang berusia muda, pun dengan mempelai wanita. Batas usia pernikahan di Indonesia sendiri, telah diatur dalam Pasal 7 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974–adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Namun UU tentang perkawinan ini rencananya akan direvisi oleh pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Agama dengan menaikkan batasan usia pernikahan dikisaran 20-an, karena dinilai banyak meloloskan pernikahan anak usia dini.
Dulu sekali, di zaman saya, tahun 90-an, membicarakan pernikahan bagi anak sekolah yang baru mengenal cinta monyet adalah topik yang selalu membuat wajah memerah karena malu-malu. Pun bisa jadi sangat bergejolak ketika mengembor-gemborkan tentang rencana konsep pernikahan yang megah. Ingin menikah setelah lulus kuliah, yah usia 23-25 tahun bolehlah, sesederhana itu.
Namun, seringkali datangnya jodoh memang tidak bisa diprediksi. Ada yang sengaja pacaran bertahun-tahun pun masih bisa putus, sialnya malah saat mendekati usia target menikah. Ada yang belum cukup usianya, malah segera memasang janur kuning.
Melewati target pernikahan yang sudah kamu tentukan, bukan berarti kamu tidak akan menikah selamanya. Semesta masih punya banyak persediaan cinta. Dan cinta kadang tidak mengenal usia, bahkan kadang tak pakai logika seperti kata Agnes Monica. Banyak pasangan telah membuktikan bentuk cinta semacam ini, khususnya di Sulawesi-Selatan (Sulsel).
Mesin pencari pintar, google, melalui beberapa media telah mengabadikan nama Ardi (24) dan Nuria (64), pasangan yang berasal dari Kecamatan Marioriwawo, Soppeng, ini telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 24 Agustus 2017 lalu. Terpaut usia cukup tajam, 40 tahun. Menikah bukan lagi hanya milik pasangan muda saja.
Baca Juga:Penggunaan Istilah Feminis yang Justru Mengobjektifikasi Perempuan
Lebih dulu dibanding pasangan Ardi dan Nuria ini, ada Sulaiman Dg Ngampa (62) yang menikahi gadis belia Diana Dg Ngani (18). Perbedaan usia mereka bukan kepalang, 50 tahun. Dihimpun dari berbagai sumber, pernikahan keduanya diadakan di Dusun Moncongloe, Desa Paccalekang, Kabupaten Gowa, pada Minggu, 16 Juli 2017.
Pernikahan beda generasi yang tidak kalah menghebohkan juga datang dari seorang mantan Wakil Wali Kota sekaligus mantan Sekda Parepare, Tajuddin Kamisi (70) yang berhasil mempersunting daun muda, seorang mahasiswi salah satu Universitas yang ada di Makassar, Andi Fitriyana (25).
Menikah di desa Liliriawang, Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone pada Minggu, 23 April 2017. Dengan uang panai Rp 150 juta, Tajuddin sah menjadi suami Andi Fitriyana. Tidak hanya itu, sang suami juga ternyata memberikan sebuah mobil mewah seharga Rp 491 juta, rumah tipe 45 seharga Rp 700 juta, dan 200 gram perhiasan emas kepada istrinya.
Bukan cerita dongeng, kisah-kisah pernikahan ini pernah viral menggemparkan sosial media. Jadi, jangan patah semangat. Kita sama-sama belum bertemu jodoh kok.
Faktor Pernikahan Beda Generasi
Sekilas kisah pernikahan beda generasi ini terdengar aneh dan terbilang baru di telinga masyarakat. Sebab yang lazim terjadi adalah pernikahan dengan rentan usia yang hampir sama. Jika ada perbedaan, cenderung tidak terlalu jauh, 5-6 tahun.
Dalam Islam sebenarnya, kita telah lebih dulu memiliki sosok Rasulullah yang menikahi Khadijah. Usia Rasulullah saat itu 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun. Ada selisih jarak 15 tahun. Namun sejarah mencatat, bahwa pernikahan mereka terbilang romantis dan sakinah mawaddah warahmah atau biasa disingkat anak muda dengan istilah ‘samawa’.
Baca Juga:Bagaimana Cara Kita Merasionalisasikan Poligami Hari Ini?
Hanya karena, pernikahan beda generasi kini marak terjadi di era milineal yang semakin mudah memviralkan segala sesuatu sehingga banyak menyita perhatian. Terutama bagi sebagian orang yang tidak pernah membayangkan menikah dengan lelaki atau perempuan yang lebih cocok menjalin hubungan buyut dan cicit.
Adanya keberanian untuk menjalani pernikahan beda generasi menurut Nadia, seorang sarjana Psikologi Universitas Hasanuddin (UH), dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya karena menemukan kembali sosok orang yang disayangi seperti ibunya, pada kasus lelaki yang menikahi perempuan lebih tua. Pun sebaliknya, hal yang sama dirasakan oleh perempuan yang mau dinikahi oleh lelaki terpaut 50 tahun dari usianya.
Selain itu, kemapanan menjadi alasan kuat para muda memantapkan langkah kaki berjalan ke pelaminan bersama orang yang jauh lebih tua. Pikiran bahwa usia tua berarti kedewasaan juga tidak lepas dari terjadinya pernikahan ini.
“Biasanya perempuan atau laki-laki yang dinikahi sudah dalam keadaan mapan, punya usaha yang dia emang juga butuh orang untuk membantu menjalankan usahanya itu.” jelas Nadia.
Kuat Hati Karena Bully
Karena pernikahan beda generasi ini terjadi bukan lagi di zaman Rasulullah, ditambah para pelakunya juga bukanlah seorang nabi, maka diperlukan tangan kuat untuk menutup rapat-rapat telinga dari hinaan tetangga, teman, dan para netizen luhur.
Kita tahu sendiri, Indonesia, punya banyak orang-orang yang gemar bergosip. Berkumpul beramai-ramai membicarakan apa saja yang dianggap tidak wajar. Termasuk jodoh tetangga yang terlambat diberi Tuhan.
Baca Juga:Dian Nitami dan Perundungan yang Kita Belum Selesaikan
Gunjingan orang-orang biasanya akan lebih mudah diterima oleh mereka yang berada pada posisi lebih tua. Apa yang dibicarakan orang-orang sebatas angin lalu. Berbeda dengan mereka yang muda, mentalnya cenderung masih labil.
Apalagi jika harus menghadapi cibiran-cibiran dari kelompok sosial. Sindiran seperti “kau terlihat seperti berjalan bersama ayahmu, ibumu, kakekmu atau nenekmu” akan menusuk telinga sampai ke hati.
Setiap perbuatan yah pasti ada dampaknya. Menghadapi cibiran sosial ini salah satunya. Belum lagi pernikahan terpaut usia jauh ini sudah tentu akan didominasi oleh pihak yang lebih tua. Sebab merasa pengalamannya lebih banyak.
Lalu bagaimana dengan memiliki keturunan? Untuk perempuan yang menikah di usia 11-18 tahun pastinya berada pada masa-masa subur, sementara laki-laki semakin tua biasanya mengurangi aktivitas seksualnya. Di sinilah kadang ujian ‘kejantanan’ itu harus diuji untuk menjawab cibiran yang datang. Hal itu pastinya juga berlaku dengan perempuan yang berada di usia 50-60 tahun saat menikah.
Namun, pernikahan sejatinya adalah proses sakral. Terjadi atas dasar ingin saling melengkapi. Sabar dalam mencintai. Menerima segala kekurangan. Motivasi untuk hidup bahagia bersama harus lebih besar dari suara-suara para tetangga yang mencibir. Sebab motivasi dan niat dalam pernikahan adalah faktor penting untuk kelanggengan pernikahan.
Penulis: Miftha Aulia