Lontar.id – Calon Ketua Umum DPP Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) bicara tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, ekonomi sedang berada di masa lesu-lesunya. Sehingga perlu ada upaya konkret untuk mengatasi secepatnya.
Hal tersebut dikatakan Bamsoet saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema ‘Golkar mencari nahkoda baru’ di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (12/11/2019) lalu.
Bamsoet mengatakan, jika mengacu pada Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) pada (06/11/2019), pertumbuhan ekonomi di triwulan III tahun 2019 hanya tumbuh 5,02 persen year of year (yoy).
Data BPS menguraikan, pertumbuhan ekonomi dari sektor produksi menurun karena faktor musiman lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan. Ketiga sektor tersebut hanya mampu tumbuh 1,01 persen.
Menurut Bamsoet, di tengah melemahnya pertumbuhan ekonomi saat ini, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto perlu serius mengurus kebutuhan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Bamsoet menyusul keinginan Airlangga yang juga saingan politiknya agar kembali dilantik sebagai Ketum Golkar melalui proses aklamasi. Menurut Bamsoet, Airlangga harusnya konsentrasi terhadap kebutuhan perut masyarakat.
“Ekonomi kita sedang berat, ekonomi kita sedang ketar-ketirnya. Bicara ekonomi, kita bicara tentang tanggungjawab terhadap perut rakyat. Makanya para menteri harus serius mengurus perut rakyat,” kata Bamsoet di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (12/11/2019) lalu.
Bamsoet mengingatkan Airlangga sebagai rival politiknya sebagai caketum Golkar untuk lebih fokus sebagai Menko Prekonomian. Menurutnya, jika gagal memperbaiki pertumbuhan sektor ekonomi akibatnya bisa fatal. Indonesia kata Bamsoet, bisa saja mengikuti jejak sejumlah negara yang berada di ambang resesi, yaitu merosotnya produk domestik bruto (GDP) selama beberapa kuartal.
“Harus serius mengurus ekonomi, agar tidak jatuh bersamaan negara beberapa negara yang memasuki resesi,” ujarnya.
Ekspor Migas di September 2019 Turun
Perekonomian nasional memang sedang mengalami titik krusial. Pertumbuhan ekonomi hanya mampu bertahan di 5,02 persen pada kuartal III 2019.
Anggota DPR RI Komisi XI Amir Uskara, sebelumnya mengatakan, perlambatan pertumbuhan ini berpengaruh dari perang dagang China dengan Amerika Serikat yang belum usai.
Hal ini menyebabkan sejumlah negara, utamanya di Indonesia merasakan dampak negatifnya, karena ketidakjelasan kondisi pasar internasional.
Mengacu pada Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 di sektor ekspor migas dan non-migas, juga mengalami penurunan atau terkoreksi cukup dalam.
Nilai ekspor pada September 2019 hanya mencapai U$$, 14,10 miliar atau turun 1,29 persen dibandingkan pada Agustus. Sementara sektor non-migas di September mencapai U$$13,27 miliar atau turun 1,03 persen dibandikangkan Agustus.
Penurunan terjadi karena pada perhiasan/permata sebesar U$$227,4 juta (36,60 persen). Namun meningkat di sektor bijih, kerak dan abu logam mencapai U$$267,0 juta (193,08 persen).
Data ekspor non-migas terbesar terjadi pada September ke Tiongkok mencapai U$$2,41 miliar, Amerika Serikat U$$ 1,48 miliar, Jepang U$$1,14 miliar, Uni Eropa U$$1,09 persen.
Editor: Syariat