Jakarta, Lontar.id – Harapan tim Indonesia untuk kembali membawa pulang Piala Sudirman kembali pupus. Indonesia harus takluk atas tim Jepang 1-3 pada laga semi final yang berlangsung di Nanning, China, Sabtu (25/5/2019).
Capaian di semi final bukanlah hasil yang buruk. Itu jika membandingkan dengan gelaran Piala Sudirman 2017 lalu. Kala itu Indonesia tak mampu lolos dari fase grup.
Namun, sebagai negara yang dikenal banyak melahirkan pebulutangkis berprestasi, harapan untuk kembali membawa pulang Piala Sudirman tentunya akan selalu ada. Mengingat terakhir kali Indonesia menjuarai Piala Sudirman adalah saat kompetisi beregu campuran tersebut digelar pertama kalinya di Indonesia 1989 lalu.
Tak hanya soal gengsi, namun sejarah panjang Piala Sudirman begitu akrab dengan Indonesia. Nama Sudirman diambil dari legenda bulu tangkis Indonesia, Dick Sudirman. Namun, soal dominasi China selalu yang terdepan.
Usai menaklukkan tim Jepang pada laga Final, di Nanning, China, Minggu (26/5/2019), Negeri tirai bambu telah mengoleksi 13 kali piala tersebut. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Indonesia yang baru sekali meraihnya.
Usaha tim Indonesia untuk membawa pulang piala Sudirman sebenarnya sudah berlangsung selama beberapa dekade lamanya. Namun, harapan untuk membawa pulang Piala Sudirman ke asal namanya selalu gagal berkali-kali. Pada perjalanannya, capaian tertinggi hanya finis 6 kali di posisi runer-up, dan 7 kali sebaga semi finalis.
Berikut Capaian Indonesia di Piala Sudirman:
Juara (1): 1989
Runner-up (6): 1991, 1993, 1995, 2001, 2005, dan 2007
Semifinal (6): 1997, 1999, 2003, 2009, 2011, 2015, dan 2019.
Fase Grup (1): 2017
Harapan Terbuka di 2021?
Jika melihat kualitas pemain Indonesia, harapan untuk membawa pulang Piala Sudirman akan tak pernah padam. Kualitas ganda putra Indonesia bisa dibilang masih yang terbaik di dunia saat ini. Di mana Marcus Fernaldi Gideon-kevin Sanjaya Sukamuljo sangat sulit tergusur dari peringkat satu dunia.
Begitupun dua ganda putra lainnya, Mohammad Ahsan-Hendra Setiawan, dan Fajar Alfian-Rian Ardianto yang masing-masing bertengger di 5 besar dunia. Titik lemah Indonesia masih di tunggal putri.
Baik Gregoria Mariska Tunjung dan Fitriani masih kesulitan mengimbangi kualitas para senior mereka terdahulu, seperti Susy Susanti maupun Mia Audina.
Di sektor tunggal putra, kualitas para pemain Indonesia sudah sangat mumpuni. Baik Anthony Sinisuka Ginting maupun Jonatan Christie belum tergusur dari 10 besar dunia. Hanya saja, inkonsitensi masih menjadi kendala utama.
Saat salah satunya mampu menaklukkan pemain unggulan Jepang, China, ataupun Denmark, performa mereka kerap tak konsisten. Sehingga kerap gagal mengamankan gelar.
Untuk sektor ganda putri, Greysia Polii-Apriyani Rahayu masih tak mampu mengimbangi dominasi ganda putri Jepang. Regenerasi di sektor ini harus mampu dimaksimalkan oleh PBSI.
Hanya Sektor ganda campuran yang terus menunjukkan grafik peningkatan. Kualitas dari Praveen Jordan-Melati Daeva, Hafidz Faizal-Gloria Emanuelle, serta Tontowi Ahmad-Winny mampu membuka harapan untuk meredam dominasi China dan Jepang di sektor ini.
Jika 1-2 tahun ke depan kualitas di semua sektor terus diasah, maka bukan tak mungkin harapan untuk membawa pulang Piala Sudirman di Suzhou, Jiangsu, China, tahun 2021 mendatang akan sangat terbuka.
Sebab, memenangkan Piala Sudirman tak hanya soal prestasi dan gengsi antar negara. Namun, memenangkan Piala Sudirman adalah jawaban untuk meruntuhkan dominasi China dan Jepang di dunia tepok bulu.
Indonesia harus segera ambil bagian dalam dominasi itu. Sebab, negara lain seperti Thailand, Taiwan, Inggris dan Rusia, terus menunjukkan peningkatan. Sehingga dominasi satu atau dua negara harus diredam untuk semakin memantik daya tarik bulu tangkis.
Semoga harapan membawa pulang Piala Sudirman di 2021 tak lagi menjadi sekadar harapan. Namun, harus mampu dijawab dengan pembuktian oleh atlet-atlet Indonesia.