Sunday, June 8, 2025
Jaringan :   Cermis.id   Etnis.id
Lontar.id
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • RagamHiburan
  • KolomOpini
No Result
View All Result
Lontar.id
Home Esai

Pindah Agama: Jalan Keluar untuk Berbuka Sebelum Waktunya

Oleh Almaliki
6 May 2019
in Esai
Terima Kasih Masjid, Anda Sudah Ikhlas Menerima Kami

Ilustrasi beribadah/pixabay.com

169
SHARES
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, Lontar.id – Soal menutup warung makan saat bulan Ramadan, masih menjadi perdebatan hingga sekarang. Ide itu dianggap tidak bertoleran dan seakan memaksakan kekuatan mayoritas.

Bagaimana jika non muslim ingin makan siang? Jika ingin dijawab, memang secara mudah kita jadi gampang setuju untuk tidak menutup warung tersebut. Kan, orang Islam itu toleran? Seharusnya kita yang mengalah.

Tetapi…

Banyak orang yang tidak ingin mengalah. Ini cuma sebulan kok. Jika warung tetap dibuka, takutnya dianggap mengganggu umat muslim yang lain, yang kalau siang perutnya udah kelaparan dan ingin makan secepatnya.

Memang itu urusan pribadi. Mereka seperti melarang orang merokok di sebuah mobil angkutan umum. Padahal belum ada pelegalan aturan yang mengikat untuk tidak merokok di sana. Semuanya didasari untuk menghormati penumpang yang lain.

Lantas, mengapa kita harus membuka warung demi hasrat mereka dan mengorbankan orang-orang yang berpuasa? Sebulan saja. Lagian, jika kawan-kawan yang ribet dengan aturannya, bisa menikmati suasana berbuka yang aduhai itu. Banyak takjil yang dibagi dan masih banyak lagi.

Seorang kawan saya, karena warung tidak ditutup, malah suka makan jika masuk waktu makan siang. Ia malah sering mengajak saya untuk berbuka. Saya menolak. Mau berbuka itu haknya.

Saya sering menertawai dia. Saya biasa bertanya, “tahan sajalah. Masa begitu harus buka.” Tentu saja ini berdasar, karena secara tidak langsung, jika ia berpuasa, ia belajar menahan hasrat. Selain itu, membawa tubuhnya lebih sehat.

Namun ia menertawai saya juga, sambil berkomentar nyeleneh. “Saya sudah lapar banget, euy.” Ada yang memancingnya. Gambar di sebuah warung pallubasa itu, kuahnya cukup cokelat, dan pintu kainnya berkibar-kibar, dan banyak motor terparkir di dekatnya, dan bla bla bla.

Tentu saja ini masih bisa diperdebatkan soal siapa yang salah. Pemilik warung kah yang buka siang hari, orang yang makan di sana kah, atau teman yang keroncongan di jam-jam yang krusial, yang seharusnya dipakai untuk menahan.

Saya akhirnya tidak ingin melarang siapa-siapa. Ternyata mencari akar penyebabnya itu cukup kompleks. Tidak bisa seorang saja. Karena keputusan diambil, sudah dipastikan karena lahir dari banyak kondisi.

Mari berandai-andai. Jika pagi hingga sore, kota ini mati. Tak ada warung yang buka sama sekali. Hanya ada toko kelontong yang menjual telur, mi instan, kornet, kopi saset dan pangan lain. Apakah misal kita, yang pekerja kantoran, mau masak mi di kantor?

Saya paham, muslim yang taat seharusnya menahan hasratnya untuk makan seperti biasanya. Tak boleh cengeng. Bukan tidak mungkin, para pedagang makanan yang muslim, harus menahan hasrtanya untuk membuka warung juga, bukan?

Mari timbang pertanyaan-pertanyaan itu dan meresapinya dalam-dalam, bahwa kenapa sih kita tidak bisa sedikit saja menahan diri? Toh waktunya cuma sebentar. Dan kerakusan kita nanti akan lama: sampai Subuh.

Sudahlah, jika tidak ingin dilarang. Saya mengerti. Persoalan salah dan tidak memang sudah dikaburkan dengan banyak sekali pandangan. Tetapi perlu diketahui, saya orang yang mendukung penutupan warung sampai waktu yang ditentukan.

Ada juga perbandingan yang membawa perayaan Nyepi di Bali. Orang Hindu membuat aturan yang mengikat. Mereka khusyuuk beribadah. Tak mau diganggu. Dan para pelancong dianggap harus mengerti aturannya.

Jika saya di Bali, maka saya akan patuhi. Itu otoritas mereka. Hargailah orang-orang mayoritas Hindu di sana. Kita ini kok punya insting yang tidak bisa dikekang sih? Kalau dilarang memang kita mau marah? Tidaklah!

Untuk merekatkan persaudaraan antarkepercayaan, sebaiknya kita patuh. Kita tidak disuruh untuk pindah agama juga kan. Hanya diberi tahu, “maaf Bli, sementara Anda saya batasi dulu haknya ya. Pemuka agama memerintahkan untuk menyepakati aturan Nyepi. Tidak apa ya?”

Jika saya ditanya begitu, maka saya akan jawab, “tidak apa Bli. Silakan lakukan apa yang Bli percaya.” Ini bukan membenturkan kepercayaan satu dan lain. Tapi menempatkan aturan sesuai tempatnya.

Jangan bilang Bali tidak toleran. Di mulut orang yang salah, maka kalimat itu bisa membakar persatuan yang sudah lama dibangun di nusantara ini. Sentimen kemungkinan besar akan membesar lagi. Saya mencintai mereka.

Tetapi pandangan saya terbuka, setelah menonton cuap-cuap seorang musisi idola saya, Thufail, yang memandang kalau ia tidak menutup warungnya saat berpuasa. Padahal, ia seorang muslim yang taat. Liriknya berbau Islam.

Ia punya kedai kopi. Dibuka jam 3 sore. Tetapi, ia punya trik khusus untuk menahan umat muslim yang ingin berbuka lebih cepat dari kawan-kawannya yang lain.

“Saya memberi tahu pelayan, kalau ada yang pesan, tanya agamanya apa. Kalau non muslim, saya layani. Kalau muslim, saya tidak layani.”

Keputusannya menarik. Jika saya ingin sekali ngopi, dan ditanya seperti itu, saya jelas tidak mau mengakui diri saya non muslim. Lebih baik saya tidak ngopi. Daripada saya memanipulasi agama saya demi hasrat rakus saya.

Entah kalau yang lain. Mau pindah agama untuk sekadar makan dan minum yang sebenarnya bisa ditahan saat Ramadan? Tentu saja pertanyaan ini bagi yang diwajibkan untuk berpuasa.

Share68Tweet42Share17SendShare
ADVERTISEMENT
Previous Post

Tambang Ilegal di Kalsel Telan Korban, 4 Orang Tewas

Next Post

Rasyid Digempur Gelandang Kuat di PSM, Sebaiknya Pindah atau Bertahan?

Related Posts

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target
Esai

Pembangunan TPU Rorotan Tak Sesuai Target

by Dumaz Artadi
3 February 2021

Lontar.id - Pembangunan tempat pemakaman umum (TPU) untuk jenazah pasien positif Covid-19 di Rorotan, Jakarta Utara, tidak sesuai target yang...

Read more
Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

Kami Bukan Pembawa Virus, Mengapa Dijauhi?

21 April 2020
Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

Skincare Korea yang Baik untuk Orang Indonesia

9 February 2020

Gugatan Terhadap Penggunaan Istilah Animisme untuk Menyebut Kepercayaan Nenek Moyang

6 February 2020
Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

Menakar Artificial Intelligent sebagai Sebuah Kemudahan

4 February 2020
YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

YouTubers yang Suka Bikin Prank Beralih Saja Jadi Tiktokers

29 January 2020
Lontar.id

PT. Lontar Media Nusantara

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Kontak Kami
  • Redaksi

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

No Result
View All Result
  • PaliwaraNews
  • BiwaraIndepth
  • NusantaraBudaya
  • KanggaOlahraga
  • KolomOpini
  • RagamHiburan
  •  Etnis.idwarta identitas bangsa
  •  Cermis.idaktual dalam ingatan

© 2019 Lontar.id - Aktual Relevan Menyegarkan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In